Transparansi, Bukan Etalase atau pun Aquarium.



REFORMATANEWS.COM, Jakarta - Transparansi, proses yang sesuai prosedur, ada urutan peristiwa; dan disampaikan atau publikasi bagian-bagian 'kulit.' Intinya, yang krusial, tidak mungkin; itu akan terlihat di Ruang Pengadilan.

Transparan, tidak terlihat hingga semua atau seutuhnya; tapi prosesnya menyeluruh atau holistik

Teriakan Publik: Mereka inginkan seperti Aquarium dan Etalase. Ingin semuanya terlihat dan terpublikasi.

Jika, publik minta transparansi; maka jangan teriak atau berseru dengan orasi serta narasi agar Polri seperti Aquarium dan Etalase.
Jika, kita tidak percaya proses yang dilakukan Polri; lalu, apa yang kita mau percayai?

Jangan Generalisasi
Polisi Nakal, itu ada
Tapi, tak perlu bubarkan Polri


Closing Statement


Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan;

Janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya

Janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar

Tapi engkau harus mengadili sesamamu dengan kebenaran, keadilan, kejujuran

Imamat 19:15


Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh
Damai sejahtera, ketenangan, dan ketenteraman untuk selama-lamanya. 

Yesaya 32:17





Polisi berasal politie (Latin, politia; Yunani, polis, politeia) bermakna warga kota atau pemerintahan kota. Di masa lalu,  pada dunia Helenis, Polis, merupakan negara kota yang otonom dan mandiri, tapi biasanya tergabung dengan aliansi (bersama) polis lainnya, sehingga membentuk semacam Kerajaan.

Karena semakin kompleksnya sikon hidup dan kehidupan Polis, maka pemerintahan polis memerlukan orang-orang tertentu untuk menjaga keamanan masyarakat (dan mereka bukan tentara); oleh sebab itu dipilih dari antara penduduk. Mereka harus mengikuti kemauan – kehendak (policy, bahkan perintah pemerintah kota) untuk menjaga dan melayani masyarakat.

Sehingga, jika ada tindak kekerasan – kriminal dan lain sebagainya, masyarakat tak perlu melapor ke istana, tetapi cukup datang ke/pada petugas-petugas keamanan tersebut. Dan jika para petugas tersebut tiba di/pada tkp, masyarakat (akan) berkata, “polis sudah ada atau polis sudah datang, dan lain sebagainya.” Dalam arti, petugas-petugas atau Orang-orang tersebut mewakili dan bertindak atas nama pemerintah kota/polis dalam/ketika menyelesaikan masalah.

Dalam kerangka itu, polis merupakan petugas yang mewakili pemerintah untuk menciptakan rasa aman, tenteram, damai, serta ketertiban, dan lain sebagainya kepada rakyat. Sehingga, kehadiran dan sebutan untuk dan kehadiran para petugas polis tersebut, disamakan dengan kehadiran pemerintah yang menenangkan rakyat.

Lama kelamaan, mungkin pada abad pertengahan di Eropa, ketika pamor negara kota sudah tak ada, dan berganti dengan kerajaan, penyebutan policy-polis masih tetap dipergunakan; serta fungsinya sama seperti masa-masa sebelumnya; policy – polisi, sebagai orang diangkat dan mewakili pemerintah untuk memberikan ketenteraman kepada warga atau rakyat.

Bagaimana dengan Bhayangkara? Bhayangkara berasal dari bahasa Sansekerta berarti penjaga, pengawal, pengaman, dan pelindung keselamatan Negara dan bangsa. Bhayangkara sebenarnya bukan penegak hukum.

Pada era Majapahit, Bhayangkara adalah pasukan elit yang tugasnya mengabdi untuk keselamatan rakyat. Walaupun jumlahnya kecil, namun memiliki nama besar; dan memiliki tugas utama menjaga keselamatan Raja, Ratu dan keluarganya. Gajah Mada, seorang perantau dari Timur, yang memiliki ilmu pedang dan tempur, awalnya adalah seorang Bhayangkara Majapahit.

Fungsi lain dari Bhayangkara Negara, dhi. Majapahit, sama dengan politie; mereka bertindak atas nama Raja atau pemerintah untuk mensejahterahkan rakya, menjaga dan melindungi mereka dari kejahatan atau menciptakan keamanan.

Sejarah Singkat Polri

Empat hari setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 21 Agustus 1945, di Surabaya, seorang perwira polisi Belanda, Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin,  memproklamirkan lahirnya Pasukan Polisi Republik Indonesia. [Perlu diingat bahwa, pada waktu itu, RI belum mempunyai kekuatan angkatan bersenjata].

Lahirnya Pasukan Polisi RI (selanjutnya POLRI), pada masa itu, merupakan Institusi yang mempunyai kekuatan bersenjata pertama yang dimiliki, RI; Polri lahir sebagai satu-satunya satuan bersenjata yang relatif lengkap.

Tugas awalnya pada waktu itu adalah melakukan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang; dan diikuti dengan membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang.

Ketika, tentara Sekutu dan ribuan tentara Belanda menyerbu Indonesia, 29 September 1945, dengan dalih ingin melucuti tentara Jepang; muncul berbagai kontak senjata secara sporadis antara sekutu dan kekuatan senjata RI yang ada pada waktu itu adalah pasukan Polri, bersama laskar – rakyat bersenjata.

10 Nopember 1945, merupakan puncak Pertempuran Surabaya, ada dua nama yang yang menjadi kiblat komando, yaitu Bung Tomo dan Inspektur Mochammad Jassin, (sampai saat ini, saya sangat heran dengan tenggelamnya nama Mochamad Jassin dalam/pada teks Sejarah Pertempuran Surabaya). Mereka berdua, mungkin saja pada kubu yang jauh – berbeda secara geografis, tetapi menjadi penggerak – pengatur – motivator, sehingga semangat pantang menyerah, maju menyerang, berkorban ada pada darah dan jiwa pemuda/i Surabaya. Mereka bertempur, bertempur, bertempur, dan sampai tak ada suara.

Polri tidak berhenti di situ, tetapi terus membhaktikan diri (sesui perintah dan amanat Negara) pada berrbagai operasi militer, penumpasan pemberontakan dari DI & TII, PRRI, PKI RMS RAM dan G 30 S/PKI serta berbagai penumpasan GPK, dan yang paling teranyar adalah adanya DENSUS 88.

Opa Jappy

Related Posts:

0 Response to "Transparansi, Bukan Etalase atau pun Aquarium."

Posting Komentar