REFORMATANEWS.COM, Jakarta - “Kita menghadapi situasi yang tidak mudah kini”, demikian Presiden RI, Bapak Joko Widodo, mengawali pertemuan dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat, siang tadi, Senin (30/08), di Istana Negara. “Hampir semua negara di dunia kini mengalami hal sama dalam menghadapi pandemi dan masalah ekonomi”, lanjut Presiden yang didampingi oleh Mensesneg, Pratikno, dan Sekretaris Kabinet, Pramono Anung.
Lebih lanjut Presiden menggambarkan pasang surut kurva epidemiologis pada kurun kuartal pertama dan kedua 2021 ini, dimana pertambahan kasus positif harian sempat mencapai 56.757 pada 15 Juli 2021. “Ini terjadi paska mudik 2021 dan adanya varian baru”, lanjut Presiden. Padahal di bulan Mei, sudah turun melandai hingga 2.622 per hari (14 Mei 2021) dari yang sebelumnya 12.864 per hari (1 Februari).
Terhadap kenaikan yang begitu signifikan di Juli tersebut, Presiden mengatakan, “Menurut para ahli epidemiolog, bisa tembus ke angka 80.000 kasus baru per hari, kalau tidak ada penanganan yang serius. Dan kita patut bersyukur karena angkanya terus menurun, hingga 7.427 per 29 Agustus. Dengan ini kita berharap perekonomian akan naik”
Presiden juga mensyukuri, sekalipun Indonesia menduduki posisi keempat negara dengan jumlah penduduk terbesar, tetapi Indonesia tidak termasuk di 10 peringkat negara di dunia berdasar total kasus positif covid-19. Presiden juga membandingkan menurunnya kasus harian di Indonesia saat ini di angka 7.427 dengan Amerika (81.000), India (43.000), Inggris (33.000), dan tiga negara Asia: Malaysia (20.579), Filipina (18.528) dan Thailand (16.526).
Pada kesempatan pertemuan ini, Presiden juga menyampaikan perkembangan program vaksinasi. “Per hari ini, kita sudah mencapai 97,5 juta orang yang divaksin. Kita menduduki peringkat ketujuh di dunia sesudah RRT, India, Amerika, Brazil, Jepang dan Jerman.”
Menurut Presiden, program vaksinasi ini dapat berjalan lancer dan baik, di samping oleh kerja keras TNI dan Polri bersama pemerintah, adalah berkat topangan dan bantuan lembaga agama. “Saya menyampaikan apresiasi kepada lembaga agama atas hal ini”, lanjut Presiden. Presiden juga mengakui adanya keluhan dari beberapa daerah karena kekurangan vaksin. Namun Presiden segera menambahkan bahwa di bulan September ini sedikitnya kita akan mendapatkan tambahan 70 juta vaksin.
Terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang melemah akibat pandemi ini, Presiden menggambarkan trend yang membaik di kuartal kedua 2021, meski sempat minus 5,32 pada kuartal pertama 2020. Inflasi juga relative terjaga, yakni 1,5, dibandingkan dengan Korsel (2,6), Singapore (2,4), Jerman (3,8) dan Amerika (5,4).
“Terhadap perekonomian yang melemah akibat pandemi ini, pemerintah telah memberikan perlindungan sosial, melalui ragam program berupa keluarga harapan, bantuan tunai, BLT Dana Desa, Kartu Sembako, Bantuan Beras, Subsidi kuota internet, diskon listrik, kartu prakerja dan bantuan subsidi upah. Selain itu, pemerintah juga menopang Nasabah PNM Mekar, yang hingga kini telah menjangkau 10,8 juta para pengusaha lemah seperti tukang bakso, dll”.
Selanjutnya Presiden memaparkan tentang rencana Ibukota Negara. "Meski kita belum memiliki UUnya, persiapan harus kita mulai", demikian Presiden, yang seterusnya menyampaikan paparan melalui video tentang gambaran masa depan Ibukota Negara tersebut.
Menanggapi paparan Presiden, Ketua Umum NU, KH Aqil Siradj, menyampaikan apresiasinya kepada Presiden atas pertemuan silaturahim hari ini. “Diperlukan silaturahim lintas agama, lintas organisasi dan lintas budaya untuk Bersatu menghadapi pandemi ini. Kalau pemerintah jalan sendiri akan sulit. Harus Bersama ormas-ormas yang ada”, demikian Aqil Siradj. Selanjutnya Ketum NU menyatakan rasa hormat dan keprihatinannya atas banyaknya korban jiwa akibat pandemic ini, utamanya para nakes. Beliau juga menginformasikan, sebanyak 670an kyai meninggal akibat covid-19.
Sementara Sekretaris Umum PP MUhammadyah, Abdul Mukti, juga menyampaikan apresiasinya atas pertemuan hari ini, terlebih dengan gambaran optimistis yang dipaparkan oleh Presiden. “Tapi kita tetap harus hati-hati. Kami di Muhammadyah sangat hati-hati. Jangan eforia.” Selanjutnya Mukti juga menyarankan perlunya pemerintah menyeimbangkan antara gas dan rem dengan menginjak setengah kopling, dalam penanganan pandemi ini, antara trend penyebaran covid dan geliat ekonomi.
Terkait dengan program vaksinasi, Mukti menyampaikan masih terdapatnya kendala teologis dan kendala teknis di lapangan, terutama menyangkut ketersediaan vaksin dan kurangnya tenaga vaksinator. “Untuk itu diperlukan segera training singkat, pun kepada mahasiswa Kesehatan”.
Ketua Umum PGI, Pdt Gomar Gultom menyampaikan apresiasi atas kebijakan dan Langkah-langkah yang ditempuh pemerintah dalam menanggulangi covid-19. Kepada Presiden, Gultom juga menyampaikan informasi tentang Langkah-langkah yang ditempuh oleh PGI bersama gereja-gereja di Indonesia, antara lain, penyebaran edukasi dan informasi seputar pandemic dan vaksinasi, pengembangan solidaritas dengan sesame khususnya mereka yang terpapar pandemi, baik korban covid maupun perekonomian yang terpuruk, serta upaya gereja dalam mensukseskan program vaksinasi.
Gomar juga menyinggung tentang kesenjangan antar wilayah menyangkut akses vaksinasi ini, khususnya di daerah terpencil dan daerah timur Indonesia. “Secara khusus saya memohon perhatian Bapak Presiden atas wilayah Papua. Banyak penduduk menolak vaksinasi karena vaksinatornya dari TNI dan Polri. Masalah Papua ini selalu berlapis, vaksin pun bisa diseret dan diinterpretasikan ke hal-hal lainnya. Terkait hal ini, saya mengusulkan agar vaksinator di Papua sebaiknya dilakukan oleh nakes non TNI dan Polri. Jika tenaga kurang, gereja-gereja siap memambatu mengirimkan relawan. TNI dan Polri dapat menopang dari belakang”
Gomar juga meminta perhatian bersama akan gonjang-ganjing politik yang tidak perlu yang diakibatkan oleh syahwat politik yang tinggi dari para elit politik yang sudah tak sabar dengan Pileg dan pilpres 2024. Gomar meminta agar semua konsentrasi bahu membahu mengatasi pandemic dan tidak menggunakan pandemi ini sebagai ajang untuk panggung kontestasi politik.
Ketua Presidium KWI, MgrIgnatius Suharyo, juga menyampaikan apresiasi atas penanganan pandemi oleh pemerintah. “Kami dari gereja Katolik selalu menekankan Kebaikan Bersama, yang mencakup dua hal: cinta tanah air dan peduli. Peduli ini adalah watak dasar masyarakat Indonesia, dan ini menjadi modal dasar untuk membangun Indonesia, termasuk menghadapi pandemic dengan protocol Kesehatan.” Hal lain yang disampaikan oleh Kardinal Suharyo adalah perlunya vaksinasi keliling untuk menjangkau masyarakat yang kesulitan akses vaksinasi karena ketiadaan KTP. “Seperti yang segera akan kami lakukan di Bantar Gebang, dengan vaksinasi keliling, diharapkan mampu menjangkau mereka yang tidak memiliki KTP”, demikian Kardnial Suharyo.
Terkait dengan rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur, hamper semua yang hadir mendukung rencana tersebut. Jakarta dengan beragam problematiknya dipahami sama sebagai tidak mendukung untuk menjadi ibukota negara yang layak di masa depan, apalagi dengan ancaman terkait masalah lingkungan hidup. Hanya saja beberapa peserta memberikan beberapa catatan, antara lain, Abdul Mukti melihat perlunya memperhatikan faktor timing atau waktu yang tepat. Menurutnya masa pandemi ini masih belum tepat saatnya untuk itu. Sementara Pdt Gomar Gultom menyebutkan perlunya memberi perhatian khusus kepada penduduk lokal agar tidak menjadi sekedar penonton apalagi terpinggirkan dari proses pembangunan ibukota negara ini. “Sebaiknya kita belajar dari pembanagunan Jakarta yang meminggirkan orang-orang Betawi”, kata Gomar.
Mengakhiri pertemuan ini, Presiden menyampaikan beberapa hal:
1. Pemerintah akan selalu mendengar dari berbagai sisi agar ada keseimbangan atau equilibrium dalam mengambil kebijakan menghadapi pandemi ini, misalnya antara pengusaha dan epidemiolog.
2. Mendekati Maulid Nabi, Natal dan Tahun Baru, Presiden meminta agar terus mengingatkan umat untuk mematuhi protocol Kesehatan.
3. Penentuan pandemic ke endemi membutuhkan transisi, dengan syarat positivity rate 5%. Saat ini kita masih 12% dan khusus Jakarta 8%. Sebelumnya Indonesia sempat 35%.
4. Tentang Ibukota Negara, pemerintah tidak ngoyo, tetapi perlu dimulai tahapannya. Brasil memerlukan waktu 20 tahun dan Putra Jaya 4,5 tahun. Tentu kita tidak perlu tergesa-gesa di masa pandemic ini, tetapi upaya ini juga akan menaikkan geliat ekonomi.
5. Semua yang kita capai sekarang adalah karena kita semua bekerja.
(Pdt Gomar Gultom)