Gubernur Lemhanas Ajak Masyarakat Jangan Boroskan Waktu Debat Isu PKI

REFORMATANEWS.COM, Jakarta - Gubernur Lemhanas Agus Widjojo mendorong semua pihak agar tidak larut hingga memboroskan waktu, tenaga, dan pikiran dalam perdebatan seputar ada atau tidak ada kebangkitan Partai Komunis Indonesia. Agus menilai perdebatan yang masih saja muncul, khususnya di era digital dan sosial media sudah cenderung lepas kendali dan tak menunjukkan tanda-tanda kesudahan perdebatan.

“Karena itu kita perlu cari jalan keluar untuk bisa meninggalkan keadaan seperti ini dan menuju pada pemanfaatan dari sumber daya dan aset bangsa digunakan bagi kegiatan-kegiatan yang lebih konstruktif,” kata Agus Widjojo dalam diskusi bertema “Penggalian Fosil Komunisme” yang diselenggarakan Political and Public Policy Studies.

Agus menambahkan dia mengamati perdebatan atau polemik yang kerap muncul di lini masa sosial media hanya provokasi yang direspon secara defensif oleh pihak yang berlawanan. “Tidak ada habisnya. Dan terkadang juga argumentasi saat saling balas postingan itu sangat tidak logis. Malah terkadang keluar dari substansi,” ujar Agus.

Menurut Agus, keadaan seperti ini harus segera disudahi dengan mencari jalan keluar. Agus khawatir apabila kondisi ini masih saja berlangsung dan berlama-lama maka akan mengurangi efektifitas usaha pembangunan nasional yang sedang berlangsung. “Kedua belah pihak akan selalu mencoba dan mencoba lagi untuk mempertahankan keyakinan dan kebenaran yang dirasakan pihak masing-masing. Ini pemborosan waktu,” sesalnya. 

Masalahnya, lanjut Agus, tujuan berbagai pihak yang masih adu argumentasi perihal masih ada atau tidak ada lagi Partai Komunis Indonesia bukan bertujuan mencari atau menguji kebenaran sejarah. Tetapi hanyalah media untuk mencapai tujuan dari kepentingan yang ada pada dirinya dan menunjukkan kesalahan pihak yang berlawanan. “Karena pendapat apapun yang disampaikan selalu saja ada jawaban balasan,” tutur Agus. 

Apalagi berdasarkan catatan Agus Widjojo masih banyak negara yang terbuka menerima partai komunis seperti Turki, Yunani, Australia, Kuba, Denmark, Belgia, Brasil, Jerman, Palestina, Swedia, dan lain-lain. “Marilah melihat permasalahan tentang PKI dan komunisme ini tidak secara hitam putih saja,” kata Agus. (rik)

Related Posts:

Fredrik J. Pinakunary : Bentuk Tim Gabungan Usut Penembakan Pdt. Yeremia Zinambani

REFORMATANEWS.com, Jakarta - Pembunuhan Keji Pendeta Yeremia Zanambani di Intan Jaya Papua harus diuangkap tuntas dengan membentuk Tim Independen gabungan, statemen ini disampaikan oleh Fredrik J. Pinakunary Ketum Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia (PPHKI) Fredrik J. Pinakunary S.H., S.E. Fredrik J. Pinakunary Ketum PPHKI didampingi Hasudungan Manurung, SH., MH., Sekjen PPHKI mengecam tindakan penembakan Pdt. Yeremia Zanambani. Ketika dijumpai di kantor hukumnya di bilangan Sudirman Jakarta, Fredrik yang didampingi Arnold Hasudungan Manurung Sekjen PPHKI tegas mengatakan mengecam tindakan penembakan Pdt. Yeremia Zanambani. Fredrik JP. menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, jadi tak sepantasnya nyawa seseorang itu direnggut begitu saja. Nah sebagai ketua umum PPHKI kebetulan orang Papua jelas mengecam dan menyesalkan apa yang terjadi dalam peristiwa penembakan pendeta Yeremia tersebut. Oleh karenanya, sebagai organisasi profesi Kristiani kita perlu menyatakan sikap untuk mengecam peristiwa itu dan sekaligus meminta kepada pemerintah secara serius menyikapi dan mengatasi kejadian ini.  
Seperti yang diketahui di berbagai media masa yang berkembang terutama yang di Koran Kompas, di mana dalam media tersebut diberitakan menurut pihak TNI/Polri pelakukannya adalah OPM, namun di sisi lain, menurut keluarga dan gereja di sana pelakunya oknum aparat TNI. Tentu saja kondisi ini menimbulkan kebingungan masyarakat khususnya masyarakat Papua. Pihak media dan setiap kita harus menghormati prinsip cover booth side dan oleh karena itu proses hukum harus segera dan tetap berjalan. Kita bukan dalam posisi menghakimi siapa yang bersalah dalam situasi ini, tetapi PPHKI mendesak dalam hal ini meminta kepada pemerintah Presiden Joko Widodo agar membentuk tim gabungan pencari fakta, supaya tim independen inilah yang mencari fakta dengan harapan mereka dapat bekerja secara professional, netral dan imparsial atau tidak ada keberpihakan kepada pihak manapun tetapi hanya pada kebenaran dan keadilan saja. “Saya bilang supaya di follow up secara serius dan segera tentang tim pencari fakta tersebut”, tegas pengacara yang membuka kantor hukum FJP Law Offices ini berharap. Mengingat bahwa peristiwa penembakan Pdt Yeremia yang berjemaat di Gereja Kristen Injili Indonesia yang sekaligus perterjemah Injil dalam bahasa Mori ini telah menjadi pusat perhatian beberapa pihak baik keluarga, masyarakat luas di dalam maupun luar negeri. Tak bisa dipungkiri bahwa zaman sudah berubah, teknologi komunikasi semakin canggih dan mudah diakses banyak orang dari segala lapisan, maka terhadap tindakan menghilangkan nyawa seseorang itu beritanya sangat mudah tersebar di mana-mana hingga ke berbagai pelosok bumi. Disinilah kita berharap pemerintah sigap dan segera menyikapi peristiwa ini dengan pertama membentuk tim gabungan pencari fakta, kemudian TPF ini memberikan rekomendasi-rekomendasi yang komprehensif, akuntabel dan akurat kepada pemerintah dan aparat penegak hukum. Berbicara tentang Papua lanjut Fredrik, persoalan-persoalan ketidakadikan kepada masyarakat kecil sudah cukup lama lama terjadi, terutama persoalan HAM dan tidak meratanya pembangunan. Untuk itu, PPHKI meminta agar presiden mengeluarkan keputusan yang intinya menugaskan pihak kepolisian, bukan TNI, untuk menangani persoalan Kelompok Kekerasan Bersenjata (KKB) yang ada di Papua. Artinya ketika kelompok itu disebut kriminal yang meresahkan masyarakat, maka polisi-lah yang berurusan dengan mereka, bukan tentara atau TNI, sekali lagi karena mereka masuk dalam kategori pelaku kriminal maka polisi-lah yang harus mengatasi mereka, bukan tentara. Adapun kehadiran TNI di Papua lebih tepat diperuntukan bagi kegiatan mensupport masyarakat, misalnya dalam bentuk kerja sosial yang bersifat bantuan atau pertolongan kepada masyarakat, jadi bukan TNI yang berhadapan dengan kelompok kriminal ini. Oleh karena itu, PPHKI berharap Presiden mengeluarkan Kepres di mana dalam Kepres itu mengatur pemisahan yang tegas dan jelas tentang fungsi dan peran polisi dan tentara di Papua sehingga yang menghadapi KKB bukan lagi tentara tetapi Polisi. “Kita tahu polisi juga cukup kuat dan juga memiliki perlengkapan persenjataan yang lengkap, jadi kenapa harus tentara? Namun terkait penembakan Pdt Yeremia PPHKI tetap menghormati proses hukum yang ada”, ujarnya serius. 

Sebagai ormas Kristiani, PPHKI menaruh perhatian penuh agar proses hukum terhadap masalah ini segera dilakukan, sehingga ada hasil yang cepat dan transparan bagi masyarakat. Sebagai orang asal Papua, kita tahu bahwa di masa-masa lalu ada beberapa kasus HAM, namun kurang cepat.dan kurang jelas penanganannya dan hal-hal seperti itu menimbulkan ketidakpercayaan atau distrust dan juga keraguan orang Papua akan keseriusan penanganan kasus-kasus HAM disana. Mereka menjadi skeptis karena peristiwa pelanggaran HAM yang tidak ditangani sesuai dengan harapan. Kemudian berbicara mengenai pendampingan, PPHKI beranggapan bahwa kalaupun pihak keluarga meminta pendampingan, PPHKI sendiri melihat bahwa di Papua sendiri sudah banyak pengacara mumpuni yang sanggup mendampingi keluarga dalam proses hukum ini. PPHKI akan tetap memantau perkembangannya. “Lagi pula peristiwa ini gaungnya sudah cukup besar dan mendapatkan sorotan media secara luas, maka polisipun akan dengan serius menanganinya”, terang Fredrik yang saat ini bersama PPHKI sedang memperjuangkan grasi untuk dua terpidana mati di Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan ini. Mengenai tim pencari fakta ini siapa saja anggotanya, Fredrik berharap tim ini terdiri dari orang-orang yang professional, berkompeten dan imparsial atau tidak ada keberpihakan kepada satu pihak tertentu, baik kepada Pemerintah dalam hal ini TNI/Polri maupun kepada masyarakat atau gereja atau keluarga. Jadi benar-benar independen, professional dan imparsial. Sebagai ketua ormas Kristen, keputusan PPHKI untuk menyikapi peristiwa ini bukan untuk mencari panggung, namun berperan aktif menyuarakan dan meminta proses yang transparan dan adil segera dilakukan. Intinya segera proses, tangkap, adili dan hukum pelakunya seberat-beratnya sesuai hukum yang berlaku. Kemudian ketika ditanya tentang kinerja tim pencari fakta seperti tahun 1998 yang dianggap tak ada tindak lanjutnya dan dikuatirkan tim pencari fakta yang mungkin nanti dibentuk akan bernasib sama, Fredrik menyikap bahwa kita harus mempercayakan pemerintah menangani hal ini tanpa harus dikaitkan dengan tim pencari fakta yang dulu pernah dibentuk. PPHKI percaya bahwa pemeritah akan memperlakukan peristiwa ini secara serius dan bukan biasa-biasa saja.
Setiap kita tentunya harus tetap menghormati proses yang akan dilakukan untuk mengungkap permasalahan ini. Siapapun yang ditunjuk menjadi anggota pencari fakta, harus bekerja secara profesional dan berkeadilan. Apapun hasilnya diharapkan mencerminkan nilai-nilai keadilan, transparasi dan memiliki landasan akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan di depan hukum dan masyarakat luas. Sehingga orang-orang terkait terutama keluarga korban itu dapat merasakan sense of justice dari proses hukum yang akan dilakukan. “Saya percaya rezim sudah berubah dan kita menaruh harapan kepada presiden Joko Widodo dan jajarannya agar mampu menyelesaikan hal ini dengan cepat, transparan dan berkeadilan. Kita harus akui bahwa Presiden Jokowi sudah banyak menaruh perhatian kepada Papua dengan berbagai pembangunan yang dilakukan disana dan juga upaya penyamaan harga-harga seperti harga BBM, sehingga treatment kali ini berbeda dengan rezim-rezim yang terdahulu, tandas pengacara yang pernah melakukan pendampingan hukum atas Majalah Time dan Tempo ini. Tentang tim pencari fakta apakah perlu melibatkan pihak asing, meresponi ini Fredrik mengatakan sudah ada orang-orang Indonesia yang memiliki kompentensi untuk melakukan penyelidikan seperti ini, dan ini adalah persoalan internal bangsa Indonesia. Menurut hematnya, ada orang-orang Indonesia, termasuk dari suku Papua yang memiliki kompetensi dan imparsial. Biarlah orang Indonesia sendiri yang mengurus persoalan negerinya sendiri tanpa harus melibatkan orang asing, tutupnya.

Related Posts:

PERAN JURNALIS PEMERSATU BANGSA

REFORMATANEWS.COM, Jakarta - Menjadi seorang jurnalis haruslah peka terhadap permasalahan bangsa. Meski mengedepankan cara berpikir yang kritis, modal utama seorang jurnalis, khususnya jurnalis nasrani, adalah memiliki idealisme untuk membangun bangsa dan memupuk rasa persatuan. Pesan ini yang disampaikan oleh pemikir sekaligus politisi di 7 era kepemimpinan Presiden Republik Indonesia, Sabam Sirait, sebagai pemantik diskusi saat gelaran Konferensi Daerah I Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia, Wilayah DKI Jakarta (KONFERDA I PEWARNA DKI Jakarta), yang diselenggarakan di kampus STT IKAT, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Jumat siang (11/09/2020). 

Ketika menyampaikan pandangannya di diskusi bertajuk “Peran Jurnalis Pemersatu dalam Bingkai Pancasila”, melalui sambungan telekonferensi Sabam menceritakan bagaimana Bung Karno membina hubungan yang sangat dekat dengan para jurnalis. Dalam kedekatannya itu, tak jarang Bung Karno selalu mengingatkan akan pentingnya insan pers untuk selalu meningkatkan kemampuan mereka melalui literasi, sekaligus menghasilkan karya-karya yang membangkitkan rasa persatuan bangsa. “Dari sisi kepenulisan, Bung Karno adalah seorang jurnalis. Beliau pandai menulis. Bung Karno juga membuat koran dan majalah sendiri. Dalam banyak kesempatan, Bung Karno juga menunjukkan kedekatannya dengan para jurnalis. Mengingatkan para wartawan untuk selalu membaca dan tidak membuat tulisan yang bisa memecah belah bangsa,” kata tokoh bangsa yang kini melayani masyarakat Indonesia sebagai anggota DPD-RI, ini. Yang ikut menjadi penekanan pesan dari pria kelahiran 13 Oktober 1936, di Tanjung Balai, Sumatera Utara, ini, adalah bagaimana setiap karya yang dilahirkan seorang jurnalis dapat menjadi pendorong bagi implementasi nilai luhur yang diwarisi oleh para pendiri bangsa, yakni Pancasila. “Ada kata-kata persatuan, memberikan contoh demikian. 

Jurnalis atau pers memang memiliki peran yang sangat penting sebagai alat pemersatu bangsa. Peran itu bisa diwujudkan pers melalui upaya penyebaran dan implementasi dari nilai-nilai Pancasila. Sebab dengan pers, nilai-nilai keluhuran dan keagungan Pancasila bisa disebarluaskan kepada seluruh masyarakat,” ucap mantan wartawan senior yang lahir dengan nama lengkap Sabang Gunung Panangian Sirait, ini. Menutup pesan yang disampaikannya, Sabam Sirait kembali mengungkap bagaimana bangsa Indonesia mesti bersyukur karena telah dikaruniai oleh Tuhan keanekaragaman suku, agama dan budaya. Kekayaan ini, menurutnya, mesti terus dipromosikan oleh para insan pers dalam sebuah kerangka berpikir yang bersifat menumbuhkan kecintaan terhadap sesama. “Pers juga bisa mengenalkan semua kebudayaan di Indonesia, sehingga satu sama lain mencintai ragam kebudayaan yang berbeda itu sebagai bagian yang utuh dari budaya itu sendiri,” pintanya. Dikusi pada KONFERDA I PEWARNA DKI Jakarta dihadiri oleh Ketua Umum Asosiasi Pendeta Indonesia (API), Pdt. Harsanto Adi; Ketua PGLII DKI Jakarta, Pdt. R. B. Rory; Ketua PGIW DKI Jakarta, Pdt. Manuel Raintung; Ketua PGPI DKI Jakarta, Pdt. Jason Balompapueng; Sekretaris Jenderal MUKI, Pdt. Mawardin Zega; Juru Bicara Vox Point Indonesia, Gories Lewoleba; Rektor STT IKAT, Pdt. Dr. Jimmy Lumintang; serta pemandu acara, penyiar senior RPK FM, Argopandoyo. KONFERDA I PEWARNA DKI Jakarta mengusung tema “Berkarya Dalam Warna Pergumulan Bangsa”, dengan menggunakan landasan tema dari Kitab Markus 1, ayat 3. Sedangkan subtema yang diusung adalah “Berubahlah dengan Merubah Pikiranmu” (Roma 12:2).

Related Posts:

Mengasihi Dalam Kemanusiaan, Pondok Pesantren Al-Zaytun Kembali Salurkan 1 Ton Beras



Jakarta, reformatanews.com - Kasih tidak mengenal syarat latarbelakang suku, ras, maupun agama. Kasih mampu dimanifestasikan menjadi banyak wujud, termasuk rasa kemanusiaan. 

Rasa kasih dan kemanusiaan itulah yang tampak dari persaudaraan yang terjalin antara keluarga besar Pondok Pesantren Ma’had Al-Zaytun dengan Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA Indonesia). Di tengah masa pandemi yang serba sulit, pondok pesantren pimpinan Syaykh Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang Al-Zaytun, itu, kembali menjadi saluran berkat bagi para wartawan nasrani dan hamba Tuhan yang tergabung di PEWARNA Indonesia.

Pada Senin pagi (07/09/2020), pihak Pondok Pesantren Al-Zaytun kembali menyalurkan paket bantuan berupa 1 ton beras dan sejumlah bahan pokok lainnya. Simbolis penyerahan bantuan dilakukan oleh Ustadz Ali Aminullah yang mewakili pihak pondok pesantren, di Kantor Redaksi Majalah Gaharu, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Dalam kesempatan itu ustadz Aminullah berkata selaku anak bangsa sudah menjadi kewajiban dari Pondok Pesantren Al-Zaytun untuk berbagi kasih di tengah pandemi yang sedang melanda Indonesia.

“Saya ditugaskan oleh Syaykh Al-Zaytun untuk menyampaikan bingkisan sebagai tanda cinta kasih kami. Kemanusiaan, yang dikedepankan oleh Syaykh itu adalah kemanusiaan. Jadi Syaykh memahami hari ini semua serba sulit. Kebetulan, Alhamdulillah, kami di pesantren sana baru saja panen jadi kita berbagi dengan sesiapapun sahabat-sahabat sebangsa Indonesia,” ujarnya ramah.

Meski tengah menjalankan ibadah puasa, pria yang dipercaya sebagai pengurus yayasan Al-Zaytun juga pendidik di sekolah menengah dan Institut Agama Islam Al-Zaytun Indonesia itu tetap semangat menempuh perjalanan dari Indramayu ke Jakarta, guna mendukung penyaluran bantuan kepada PEWARNA Indonesia.

Dirinya juga berharap dengan ada kegiatan penyaluran bantuan ini kiranya dapat mempererat tali persaudaraan yang sudah ada antara  Pondok Pesantren Ma’had Al-Zaytun dengan pihak PEWARNA Indonesia.

“Maka kita tidak melihat perbedaan apapun. Kita ini sama-sama bangsa Indonesia yang ketika ada kesulitan maka kita harus berbagi, sesuai dengan kemampuan kita tentunya. Ya harapan kita adalah ini (bantuan) bisa menjadi manfaat, ya tentunya semakin mengikat tali persaudaraan dalam rangka mengukuhkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia,” kata Ustadz Aminullah, mantap.

Sementara itu Ketua Umum Pengurus Pusat PEWARNA Indonesia, Yusuf Mujiono, turut mengucapkan terima kasihnya kepada Syaykh Al-Zaytun dan seluruh jajarannya, atas kepedulian mereka kepada PEWARNA Indonesia sebagai salah satu pihak yang terdampak pandemi Covid-19. Terlebih, telah 3 kali pihak Al-Zaytun menyalurkan bantuan untuk PEWARNA selama masa pandemi berlangsung. Total hampir 3 ton beras dan bahan pangan lainnya yang telah disalurkan Al-Zaytun.

“Masa pandemi ini tentunya memiliki pengaruh yang besar terhadap keberadaan maupun kinerja wartawan nasrani yang tergabung di PEWARNA Indonesia. Dengan adanya bantuan ini tentu makna dan manfaatnya sangat besar bagi kami. Terima kasih kepada Syaykh Panji Gumilang yang telah begitu perhatian kepada kami, dan mau memberi diri untuk menjadi saluran berkat bagi PEWARNA Indonesia. Puji Tuhan. Doa kami semoga Syaykh berserta jajarannya selalu diberi karunia kesehatan dan di dalam perlindungan Tuhan. Sekali lagi terima kasih,” ujarnya saat ditemui di kawasan Harmoni, Jakarta Utara.

Pondok Pesantren Al-Zaytun Ma’had Al-Zaytun didirikan oleh Dr. Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, di Indramayu, Jawa Barat.  Dengan mengusung tagline “Pusat Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi serta Pengembangan Budaya Perdamaian”, pondok pesantren yang baru saja merayakan ulang tahun peraknya itu menjadi salah satu barometer pengajaran nilai-nilai toleransi, perdamaian, sekaligus pengamalan nilai-nilai kebangsaan.

Berdiri di atas lahan seluas 1.200 hektare, Pondok Pesantren Al-Zaytun juga ikut menjadi penggerak bagi lumbung pangan nasional. Secara mandiri, pihak pondok pesantren memproduksi kebutuhan pangan mulai dari beras unggulan, gula, garam, hingga daging ayam berkualitas tinggi.

Related Posts: