Sentral Kristen Indonesia


REFORMATANEWS.com, Jakarta -  Dr. Herry Saragih berwacana akan bentuk Sentral Kristen Indonesia  (SENKRISINDO) Suatu organisasi Kristen yang dapat memberikan sumbangsih kepada Ibu Pertiwi, target pembentukan awal akan dimulai dari Indonesia Timur, Papua, NTT, Maluku, dan Sulut. Pertama yang harus dipetakan adalah potensi sumber daya alam diwilayah masing deikian petikan wawancara dengan Dr. Herry Saragih yang juga ketua OKK Asosiasi Pendeta Indonesia Jumat (24/07/2024).

Herry Saragih mengatakan "Sentral Kristen Indonesia   (SENKRISINDO) akan mengakomodir seluruh unsur yang ada didalamnya. Yaitu anak-anak Tuhan yang mengimani bahwa Injil adalah kekuatan Allah (Roma 1:16). 

Dicetuskan pada hari Sabtu tanggal 18 Agustus 2018, ada keprihatinan melihat kantong-kantong Kristen masih jauh tertinggal, khususnya wilayah Timur. 
Diharapkan adanya Sentral Kristen Indonesia bisa menjawab persoalan tersebut, dengan menyatukan anak-anak Tuhan bersinergy dalam wadah Sentral Kristen Indonesia (SENKRISINDO) untuk melakukan perubahan di wilayah tersebut dan wilayah lainnya. Sehingga ke kristenan boleh ambil bagian dalam melanjutkan perjuangan para pendahulu kita dan ikut serta dalam melanjutkan pembangun bangsa. Yaitu dengan cara menyatukan seluruh unsur didalamnya" terangnya.

Herry Saragih melanjutkan "Adapun unsur-unsur tersebut meliputi :Unsur TNI/POLRI, Unsur Legislatif, Unsur Yudikatif, Unsur Birokrat, Bankers, Lawyers, Tenaga Ahli, Praktisi Hukum, Akademisi, Aras, Ormas, Anggota DPR/DPRD/DPD. Kesehatan, Tehnik, IT, UKK, Pertania, Kehutanan, Unsur Tambang. Seluruh unsur tersebut dapat bersinergy didalamnya. 

Didalam merencanakan dan menyatukan persepsi, perlu ada group WA Sentral Kristen Indonesia untuk terus memikirkan, membicarakan, melihat peluang sehingga ada sesuatu yang diagendakan kedepannya. 
Personal yang ada di group ini dapat juga mengalang teman lainnya yang seiman, yang memiliki kepedulian (empati), mau mengobarkan waktu dan pikirannya terhadap umat yang tertinggal di wilayah timur dan wilayah lainnya.

Untuk itu bagaimana mensinergikan seluruh unsur anak-anak Tuhan yang ada di bangsa ini, mau bersama-sama mengalang rencana yang besar, dengan fokus mengembangkan /meningkatkan kehidupan (ekonomi) khususnya di kantong-kantong Kristen. 

Sehubungan hal tersebut kita perlu menyatukan persepsi, agar group ini berkwalitas, mari kita bersama menyusun langkah awal apa yang harus dilakukan. 

Dalam menyusun langkah-Langkah tersebut, tidak lepas dari visi dan misi organisasi. 
Herry Saragih dan Bambang Soesatyo
Adapun Visi dan Misi daripada Sentral Kristen Indonesia. Visi:   Menjadi Wadah Organisasi Untuk Mensejahterakan Umat Allah Bagi Kepentingan Bangsa 

Misi yaitu : Melihat kesempatan wilayah yang akan dibangun, dipetakan, dan dibuatkan studi kelayakan (feasibility study), dan di ajukan kepada pemerintah setempat (Gubernur, Bupati). Mencari peluang dengan melibatkan phak ketiga dalam hal progres tersebut. Melakukan FGD untuk menambah wawasan. 
Mencari CSR untuk membiayai progres tersebut" terangmya

"Tujuan yaitu :Membangun wilayah Timur dan lainnya, baik SDM, Potensi sumber daya alam (parawisata), sumber daya bumi,  hutan, laut serta potensi lainnya untuk mendukung pembangun, guna mensejahterakan umat Tuhan dan masyarakat setempat. Menyatakan bahwa Injil adalah Kekuatan Allah

Herry mengulas rencana strategisnya "Renstra (rencana strategis),  
Ini bisa kita tuangkan dalam periode tahun 2020 - 2045. Langkah yang akan dilakukan  : Untuk jangka pendek periode 2020 -  2025.  Pertama fokus kantong Kristen yaitu Papua, Papua Barat, NTT dan wilayah lainnya. 
Kedua Bina hubungan dengan Gubernur, dan para Bupati, kepala suku/adat setempat. Ketiga Menginventarisir persoalan setiap wilayah, dan apa yang sudah dilakukan pada wilayah tersebut. Keempat Menginventalisir potensi setiap wilayah " terangnya.

Related Posts:

Polemik PBM 2006 Soal Rumah Ibadah Jadi Perpres atau UU

REFORMATANEWS.COM, Jakarta - Polemik PBM 2006 soal Rumah Ibadah terus dibicarakan dan diperdebatkan umat Kristiani  untuk mencari solusi terbaik agar  ijin mendirikan gereja tidak lagi menhadi gesekan antar umat beragama.

Webinar tentang kebebasan beragama, PBM 2006 soal Rumah Ibadah akan jadi Perpres digelar  oleh Yayasan Komunikasi Indonesia, PNPS GMKI dan Pewarna, pada hari Jumat, 17 Juli 2020. Ada 12 tokoh yang dihadirkan dalam webinar ini, namun yang bisa dan sempat bergabung hanya tokoh saja. Prof. Yasona Laoly, Menteri Hukum dan HAM dan Sabam Sirait, Pembina YKI sekaligus Anggota DPD RI Prop. DKI Jakarta tidak bisa bergabung.

Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si, Dirjen Bimas Kristen Kemenag, mengetengahkan bahwa ada 7 Faktor Dominan Pemicu Konflik Agama, diantaranya Pendirian Rumah Ibadah, Penyiaran Agama, Bantuan Luar Negeri, Perkawinan Beda Agama, Perayaan Hari Besar Keagamaan, Penodaan Agama, Kegiatan Aliran Sempalan. Menurutnya, yang sering menjadi sumber konflik di tengah masyarakat adalah “pendirian rumah ibadah”.

Litbang Kemenag 2019 bahwa Indeks Kerukunan Beragama di Indonesia, untuk Kerja Sama 75,40%, Toleransi 72,37%, dan Kesetaraan 73,72%. Indeks kerukunan yang paling rendah secara provinsi adalan Aceh, yaitu 60,2%. Untuk 3 Provinsi dengan skor tertinggi adalah Provinsi Papua Barat 82,1%, Nusa Tenggara Timur 81,1% dan Bali 80,1%.
Ada 4 Indikator Moderasi Beragama jikalau terimplentasi, akan jauh lebih baik, yaitu Komitmen Kebangsaan, Toleransi, Anti Kekerasan, dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal. Usulah Dirjen Bimas Kristen ini adalah harus ada “Undang-undang Moderasi Agama”. “PBM itu untuk tata kelola di daerah dalam hal pengelolaan pendirian rumah ibadah. Namun, pengaturan dan pengelolaan di daerah tidak bisa parsial, harus terintegrasi dengan pusat” ungkapnya.  “PBM ini perlu di review, jikalau hasil harus dicabut, maka harus ada peraturan atau perundangan yang menggati untuk mengisi kekosongan hukum tersebut”. “Hasil seminar ini harus dikirimkan kepada Meteri dan pihak terkait supaya ada masukan dan hasilnya ada” pintanya. 

Pdt. Bambang Jonan, Gembala GBI Medan, mengutarakan bahwa “terlalu jauh, jikalau pemerintah terlalu detail mengatur pendirian rumah ibadah”. Sesuai konstitusi, ungkapnya bahwa “kemerdekaan umat beragama dijamin. Setuju jikalau PBM hendak di revisi, namun harus tetap adil dan tidak diskriminatif”, ungkapnya.
Ketua Umum PGLII, Dr. Ronny Mandang, menyampaikan, “Jikalau ini dijadikan sebagai UU maka menjadi perdebatan yang sengit saat pembahasan di legislatif, karena tergantung partai-partai yang merumuskannya. Jikalau PBM ini dijadikan UU, maka akan ada dampak hokum, jikalau tuntutan kriteria-kriteria tersebut tidak terpenuhi”. “Setuju PBM ini dijadikan sebagi Perpres bukan sebagai UU”, tegasnya. Lanjutnya, “pelaksanaannya harus konsisten setelah direvisi dan harus lebih memudahkan dalam menjalankan ibadah”.

Ketua Umum Sinode GKJ, Aris Widianto, menyatakan bahwa “PBM ini mau diperbaiki atau direvisi, tetap saja hal ini tidak mudah bagi umat Kristen. Padahal PBM hanya terkait admistrasi pemerintahan, namun hal ini bisa memicu diskriminatif dan konflik”. “Harus ada suasana politik yang baik. PBM ini bukan hal yang menguntukan bagi Kristen dan agama lain yang minoritas” lanjutnya.

Terkait FKUB menurutnya, “keberadaanya baik, namun dalam tatanan praktik, sering menjadi penghambat dalam mendirikan rumah ibadah”. “Peraturan, kalua jiwanya hanya untuk menjaga ketentraman, maka harus konstruktif. Tidak menggunakan minoritas dan mayoritas. Harus bisa melindungi, khususnya yang lemah, harus dilindungi”, paparnya.

Terkait kinerja legislatif, ungkapnya, “Belum bisa percaya kepada legislatif, untuk bisa mengayomi dan melindungi kaum lemah”. Sinode GKJ, lebih setuju pendirian rumah ibadah tidak melalui pendekata administratif. Saat pandemi ini, GKJ lebih mengutamakan pembinaan iman dalam keluarga-keluarga. Tidak mengutamakan gedung gerja yang besar-besar. Hal yang paling penting ada tempat dan simbol yang bisa dihadirkan dalam ibadah.  

Akademisi STFT Jakarta, Marthin Lukita Sinaga, menyoroti dalam pendirian gereja atau rumah ibadah harusnya di dorong oleh masyarakat. Usulanya adalah harus ada UU kemerdekaan beragama atau kebebas beragama. Sebab, katanya “Kemenag yang besar saja tidak ada undang-undangnya”. “Kehadiran Kristen dan Kesaksian Kristen dalam bermasyarakat, seluruhnya harus dibenahi dan harus berdampak” paparnya.

Tokoh Masyarakat, R.E Nainggolan, menyampaikan bahwa “di Indonesia seharusnya tidak dikenal mayoritas dan minoritas, karena kita harus hidup dalam kesatuan. Persoalan agama adalah hak masing-masing”. Umat Kristen perlu intropeksi diri katanya “Sikap kita kadang eksklusif dan ada gereja yang tidak menjadi penyejuk bagi warga”, karena keliru memahami satu-satunya jalan keselamatan sehingga melakukan gencar melakukan kristenisasi. Usulanya adalah “UU kebebsan beragama itu untuk jangka panjang. Jangka pendeknya, PBM harus direvisi sehingga isinya tidak terlalu teknis”. Lanjutnya, “Perlu ada upaya penegakan hukum yan adil bagi daerah, supaya tidak ada yang melanggar konstitusi. Tujuannya, semua warga negara ke depannya bisa menikmati kebebasan dalam beragama”, tutupnya.

Ketua Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom, M.Th., Menjelaskan bahwa, “Di tengah kekosongan hukum itu, tiba-tiba hadir PMB 2006, tanpa cantelan undang-undang. Dalam hal inilah saya ingin menyampaikan empat catatan: Pertama: Bagi banyak pihak, PBM 2006 ini belum memenuhi standard ideal dari penegakan HAM, khususnya terkait kebebasan beribadah. Namun bagaimana pun, saya melihat beberapa hal penting yang dijamin di dalamnya: a) Ada kriteria dan prosedur terukur dalam proses pengajuan IMB rumah ibadah, yang kalau tanpa PBM ini akan lahir ragam perda, yang isinya bisa lebih parah, yang tentu punya implikasi hukuman kurungan dan/atau denda. b) Ada perintah imperatif kepada aparat negara untuk memfasilitasi manakala yang pertama tadi tidak terpenuhi sementara kebutuhan objektif untuk itu memang nyata. 

Kedua yang menjadi problem di lapangan adalah: Ketidak-mampuan atau ketidak mauan penyelenggara negara, dalam hal ini Kepala Daerah, memahami PBM ini, yang jiwa dan semangatnya adalah memfasilitasi dan mengatur, dan bukan membatasi,
Ketua Umum GPI, Liesye Sumampow, menyampaikan “Saat ini gereja dikembalikan pada keluarga dan gereja rumah. FKUB perlu diposisikan ulang kewenangannya supaya tidak mengambil alih kewenangan negara, khususnya Kemenag”. Terkait revisi PBM, “Setuju jikalau hendak direvisi, khsuusnya pasal-pasal yang krusial yang menjadi sumber konflik”. “Perlu moralitas dan etika untuk semuanya dalam menjalankan kerukunan antar umat beragama” tegasnya. “Secara konstitusional tidak ada masalah dengan kebebasan beragama di Indonesia, namun yang menjadi masalah adalah dalam tatanan masyarakat tidak berjalan dengan baik. Moderasi agama menjadi pertimbangan alternatif untuk diperbincangkan dan diimplementasikan”, tutupnya.
Anggota DPD RI Papua, Mamberob Rumakiek, menyampaikan bahwa “Perber atau PBM ini tidak terlalu berdampak di Papua, karena Papua indeks kerukunan umat bergamanya cukup tinggi, meskipun Papua sering dituduh tempat separatis dan dianggap telah membakar Mesjid di Tolikara yang saat ini bisa berdiri Mesjid besar”. Ungkapnya, “ini akan melemahkan gereja ketika sering memojokkan Papua”. “Kepastian hukum ditegakkan dan harus adil kepada kaum minoritas, tetapi tidaka mengorbankan mayoritas atau bias mayoritas”, jelasnya.

Ketua Umum YKI, Dr. Bernard Nainggolan, menyampaikan bahwa hasil diskusi ini akan dijadikan sebagai rekomendasi dan YKI akan mendata persoalan-persoalan yang ada, khususnya terkait rezim politis, rezim hukum, rezim telogi dan rezim yang lainnya.

Related Posts:

Erdogan, Politisasi Agama Pertahankan Kekuasaan

Hagia Sophia
REFORMATANEWS.com, Jakarta - Tindakan Presiden Turki Recip Tayyip Erdogan menuai kontroversi. Awal pekan ini, pimpinan partai AKP itu mengumumkan alih fungsi situs bangunan bersejarah Hagia Sophia menjadi masjid setelah 85 tahun sebagai museum sejak 1935. Pekan depan pada Jumat (24/7), kumandang azan akan menandai alih guna bangunan itu seperti di era Ottoman 1453-1935.

Harsanto Adi, Ketua Umum Asosiasi Pendeta Indonesia (API) mengatakan gereja kecewa atas langkah Erdogan mengubah fungsi situs bersejarah itu. Bahkan, katanya, kekecewaan atas sikap Erdogan itu telah disampaikan oleh Paus Fransiskus di Alun-alun Santo Petrus pada ibadah Minggu, pekan lalu. Hal yang sama juga telah dicetuskan oleh pemuka gereja yang tergabung dalam Dewan Gereja Dunia di Jenewa, Swiss. "Umat muslim yang mana yang diwakilkan oleh Erdogan ini sebenarnya," kata Adi dalam diskusi bertopik, Alih Fungsi Hagia Sophia: Provokasi Erdogan Terhadap Barat yang diinisiasi Pewarna Indonesia pada Kamis (16/7).

Menurut dia,  tindakan Erdogan itu menyembunyikan satu kenyataan yang jauh dari semangat Islam, dimana diriwayatkan bahwa Umar Bin Khattab pernah menunjukkan sikap toleransi atas properti milik komunitas Kristiani pada masa yang lampau.

Dari fakta sejarah bila dirunut kebelakang, maka ada sejumlah tindakan Erdogan yang telah mendistorsi sejarah untuk melayani kepentingan politiknya. Oleh karena itu, tidak akan ada jaminan situs yang didirkan pada tahun 537 SM itu tetap terjaga dan lestari setelah dialihfungsikan. Sebab seperti di masa Ottoman, telah terjadi kerusakan pada sejumlah fitur yang khas pada bangunan itu, misalnya, lonceng, mozaik bermotif rupa Tuhan Yesus, Bunda Maria, dan lainnya. Jadi, jika Erdogan menjanjikan kemudahan akses pengunjung ke situs itu setelah semuanya ini, maka pernyataan itu sangat diragukan masyarakat dunia. 

Pendiri Hadassah of Indonesia, Monique Rijkers berpendapat situs bersejarah umat Kristen dan Yahudi tidak akan mendapat tempat yang layak jika jatuh kepada manusia berkarakter seperti Erdogan. Sebab Presiden Turki itu akan melakukan tindakan populis demi meraih dukungan politik di dalam negeri dan dari negara Islam lainnya. "Saya sudah sering kecewa dengan islamisasi, banyak situs kekristenan yang dimualafkan," katanya.

Ia menyebut deretan nama gereja, yang merupakan situs kekristenan di di Timur Tengah yang telah berganti menjadi mesjid. Bahkan beberapa waktu lalu, katanya, UNESCO telah mengubah makam Rahel, istri Yakub yang terletak di Betlehem, menjadi milik Palestina. Begitu juga dengan situs ziarah Bukit Moria di Israel.

Menurut dia, pengubahan nama dan alih fungsi sejumlah warisan kekristenan dari abad pertama dan pertengahan itu terjadi karena manuver Palestina sebagai salah satu anggota UNESCO. Hanya saja respon penolakan dari masyarakat secara terbuka pada waktu itu minim sekali, berbeda halnya soal Hagia Sophia saat ini. "Kita harus ingat, situs Kekristenan dan Yahudi jangan sampai jatuh ke tangan orang yang akan mengubahnya menjadi masjid. Kalau milik pribadi boleh, tapi inikan bukan, ini didirikan di atas darah para martir," katanya.

Alih guna situs itu, katanya, merupakan keputusan Erdogan untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan Timur Tengah. Turki ingin membangkitkan kejayaan Ottoman. Dan, NATO tidak akan mengeluarkan keanggotaan Turki hanya karena keputusan sepihak dari Erdogan itu. Saat invasi Turki atas Siprus pada 1974 saja, katanya, organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara itu hanya diam membisu.  

Elisabeth Koamesakh, Dosen di STT Paulus Medan, Sumatera Utara mengatakan semestinya Erdogan mengembalikan fungsi Hagia Sophia menjadi gereja karena dibangun pada masa kekuasaan Bizantium Timur dan digunakan sebagai gereja selama 900 tahun, sedangkan Kekaisaran Ottoman hanya berlangsung 500 tahun. "Kalau Erdogan mau mengembalikan fungsi situs itu, kembalikan kepada Gereja Ortodoks," ujarnya.

Selama 85 tahun sejak awal Mustafa Kemal Ataturk berkuasa, bangunan bersejarah itu digunakan sebagai museum dan dicatat sebagai warisan budaya oleh UNESCO. Tempat itu menjadi simbol perjumpaan antara Kristen dan Islam dari masa lampau hingga saat ini. Oleh karena itu, ketika fungsinya berubah maka ini menjadi sebuah tamparan bagi umat Kristen.

"Kalau kemudian itu dijadikan tempat ibadah, meski bisa dikunjungi, ini akan menyakitkan. Ini akan menjadi kontroversi. Ini akan menambah islamphobia di Barat, memperuncing anti Islam di dunia," tukasnya.

Apa yang terjadi atas Hagia Sophia tidak lepas dari sejarah masa lalu, Perang Salib. Di mana pada akhir perang itu, Muhammad Al-Fatih alias Mehmed II merebut konstantinopel dari Konstantinus XI setelah 53 hari mengepung kota itu pada 29 Mei 1453. Bangunan Gereja Ortodoks yang ada di kota itu pun dialihfungsikan menjadi mesjid. Namun Mustafa Kemal Ataturk, pendiri negara Turki mengubah bangunan itu menjadi tempat yang bisa digunakan bersama oleh masyarakat Turki.

"Sebenarnya kita sudah diberi relief banyak oleh Kemal Ataturk ketika Hagia Sophia difungsikan menjadi museum, ada restorasi dengan bantuan seorang arkelog dari Amerika Serikat," kata Rita Wahyu, Dosen Studi Biblical Hebrew di Israel Bible Center dan STT Ekumene Jakarta.

Menurut dia, langkah Ataturk cukup bijaksana di awal kepemimpinannya dengan mengubah fungsi situs itu karena berpotensi memicu perang lagi di kawasan itu. "Upaya menjadikan museum itu pemikiran yang brilian, meskipun Turki punya otoritas atas bangunan itu," ujarnya.

 Partogi J Pieter Samosir Ph.D.
Berbeda dari pandangan di atas, Partogi J Pieter Samosir, Direktur Center for European Union Studies berpendapat soal alih fungsi situs itu tidak lepas dari urusan politik di dalam negeri presiden Turki itu. "Kalau saya lihat keputusan itu dari Mahkamah Agung Turki, dan keinginan Erdogan mengalihfungsikan Hagia Sophia, lebih kepada kedaulatan dalam negeri Turki," ujarnya.

Menurut dia, situs itu berada pada wilayah kekuasaan Turki sehingga Erdogan punya hak penuh atas penggunaannya. Meskipun UNESCO menempatkan Hagia Sophia sebagai situs bersejarah, tapi hal itu tidak memiliki kekuatan hukum sama sekali.

Posisi Hagia Sophia, katanya, seperti Candi Borobudur yang menjadi warisan dunia. Tidak ada hukum yang dapat memaksa bila  penggunaan dan fungsi atas situs itu diubah. "Itu memang kedaulatan Turki. Jadi, saya bisa memahami keputusan Turki mengalihfungsikan Hagia Sophia," katanya. Luther Kembaren

Related Posts:

Jefri Tambayong : Kondisi dan Wabah Narkotika Sangat Berbahaya

Jefri Tambayong Ketum GMDN dan FOKAN
REFORMATANEWS.com, Jakarta -Bandit harus lebih pintar dari polisi inilah adigium yang selalu diucapkan para penjahat dan menggunakan kesempatan orang lengah untuk melakukan aksi kejahatannya. Ditengan pemerintah,  Aparatur Negara TNI, Polri,  dan masyarakat disibukkan memutus mata rantai penyebaran covid-19 para bandar narkotika sibuk memanfaatkan peluang menyebarkan dan mendistribukan barang haram tersebut pada masyarakat. Fakta dilapangan tersebut terungkap dengan Kapolri Jenderal Idham Azis memimpin acara pemusnahan barang bukti narkotika jenis sabu seberat 1 ton di Polda Metro Jaya, Jakarta. Barang bukti tersebut merupakan hasil sitaan tiga tangkapan yang dua di antaranya merupakan jaringan internasional.

"Kasus narkoba ini memang sudah sangat memprihatinkan, salah satu kasus extraordinary yang harus kita tangani bersama-sama. Kita bentuk Satgas Merah Putih, Satgas ini dulu yang bentuk Pak Kapolri Tito Karnavian tanggal 26 Juli 2016. Kebetulan waktu itu saya dipercayakan untuk menjadi Dansatgas," tutur Idham di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (2/7/2020).

Jefri Tambayong Ketua GMDN (Garda Mencegah dan Mengobati) dan Ketum FOKAN (Forum Organisasi Kemasyarakatan Anti Narkoba Nasional) ditemui dikantornya yang baru di sekitar jalan Malaka Jakarta timur Selasa (14/07/2020) mengungkapkan bahwa bahwa peredaran narkoba dari hari ke hari terus bertambah "Ini sebenarnya bagaikan fenomena gunung es apa yang kita lihat didepan mata sangat berbada dengan apa sebenarnya yang ada pada lapisan bawah yang jauh sekali lebih besar, pada waktu Pak Budi Waseso masih memimpin BNN dan memimpin penangkapan di Cengkareng jakarta barat yang beratnya hampir satu ton mengatakan yang beredar dimasyarakat mencapai 500 ton pertahun, jadi yang ditangkap dan dimusnahkan Kamis (2/7/2020) sebenarnya bagian kecil yang beredar di masyarakat jadi belum sampai 10 persen yang dimusnahkan" ungkapnya.

Jefri Tambayong dan para wartawan PEWARNA Indonesia
Lebih lanjut Jefri menambahkan "Kegelisahan Kapolri dapat kita pahami sebagai kondisi yang mengerikan terhadap bangsa dan negara, kehancuran negara yang disebabkan oleh narkoba sudah didepan mata, negara Cina yang mempunyai kekuatan besar bisa kalah dengan serangan candu dan disebut dengan perang candu. Narkoba di Cina dan Malaysia dilarang tapi kenapa narkoba ber ton ton bisa masuk dari Cina dan Malaysia, Nigeria, Pakistan, dan Belanda masuk ke Indonesia dengan ribuan pelabuhan resmi dan pelabuhan atau jaringan tikus. Peringatan dari Kapolri pada aparat Kepolisian jangan main main harus dipahami semua lapisan masyakat. Kalau para tokoh masyarakat, anggota masyarakat, aparatur negara, dan pemuka agama sekalipun sudah terikat narkoba maka negara sudah diambang kehancuran " ungkapnya.

"Inilah saatnya para tokoh masyarakat, tokoh agama, para wartawan mulai mesosialisasikan bahaya narkoba, mulai konsultasi dan menyadarkan korban narkoba yang sudah terpapar kembali kejalan yang benar" pungkasnya.  

Related Posts:

MAHASISWA BERKARAKTER NON-STATE ACTOR DALAM PERGAULAN INTERNASIONAL

REFORMATANEWS.COM, Dili- Timor Leste - Mahasiswa diharapkan mempunyai karakter dalam pergaulan internasional. “Untuk menuju dunia internasional mahasiswa Timor Leste diharapkan mempunyai kemampuan global dan karakter dalam berinteraksi dalam pergaulan internasional,” demikian dikatakan Partogi Samosir Ph.D. saat membuka Ceramah bertajuk “Etika Pergaulan Internasional” di kota Dili, Timor Leste (10/7).  

Dengan karakter yang kuat maka mahasiswa Timor Leste akan mempunyai keunggulan dalam persahabatan dengan bangsa-bangsa lain. “Intinya adalah lakukanlah apa yang kamu ingin orang lain lakukan kepadamu,” imbuh Direktur Center for European Union Studies (CEUS) Partogi Samosir tersebut.  Ceramah yang dihadiri oleh 40 mahasiswa Timor Leste tersebut diadakan agar para mahasiswa Timor Leste mendapatkan pembekalan yang serius sehingga mereka tidak hanya membawa misi pribadi, tetapi mereka juga mengambil peran fungsional sebagai duta bangsa, non-state actor dalam hubungan internasional.  

Dalam ceramah yang diadakan oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI), Kombes Pol. Dra. Muji Diah Setiani menyebutkan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang mengatur tata cara manusia bergaul.  Etika pergaulan internasional bertujuan untuk menjaga kepentingan komunikator dan komunikan agar keduanya merasa senang, damai, terlindungi, karena tidak ada pihak yang dirugikan kepentingannya, dan perbuatan yang dilakukan sesuai dengan hak asasi manusia secara umum.  

“Kita juga harus menghargai waktu. Datanglah sesuai dengan jam yang ditentukan. Jika kita datang terlambat, itu sama dengan kita tidak menghormati orang yang mengundang kita,” kata Atase Kepolisian RI untuk Timor Leste tersebut ketika menjelaskan mengenai etika pergaulan internasional dalam memperkenalkan diri, dalam berpakaian, dan dalam menyantap makanan.  

Seusai ceramah, para peserta mengaku bersemangat menjadi manusia baru. Menurut Mariana dos Santos, ceramah ini memperkaya pergaulannya. “Saya terinspirasi memperbaiki cara bergaul saya,” kata Mariana.

Zeniva Monis mengatakan, “Saya sangat berterimakasih karena saya baru tahu bahwa menatap mata (eyes contact) sangat penting ketika saya memperkenalkan diri kepada orang lain, etika di meja makan, dan etika berpakaianan.”


Bagi Manuel Freitas, ceramah ini membuat dirinya introspeksi. “Satu kata yang selalu saya ingat, jika kita ingin dihormati orang lain, maka kita harus lebih dulu bisa menghargai orang itu,” kata Manuel.  

“Kami sangat bersyukur karena mengetahui etika, sikap dan penampilan, serta etiket di meja makan adalah tiga hal yang sangat penting dalam pergaulan internasional kami,” kata Josefina Henrique.  

Menurut Jaimito Soares, “Saya sekarang memahami bagaimana caranya bersikap yang baik di acara-acara resmi. Saya akan mempraktekkan cara memperkenalkan diri, bukan hanya dengan kata-kata saja, tapi dengan bahasa tubuh (body language) saya juga.”   

“Ceramah ini memotivasi saya supaya saya tidak melihat lebih dari 1 (satu) detik saja, orang yang tidak tahu bagaimana menggunakan pisau/sendok/garpu, atau orang yang menjatuhkan makanan dari piringnya,” kata Julia Sequeira.  


Penulis : Poetra Achock Haekal

Related Posts:

Kurikulum dan Pembelajaran memasuki Era New Normal




REFORMATANES.COM, Jakarta, Serangkaian Webinar yang dikoordinir oleh Koordinator Tim Fasilitator MPK, Suhandojo Tanusaputera, M.Min disiapkan dan dilaksanakan dalam rangka HUT 70 Majelis Pendidikan Kristen (MPK) Indonesia. Kegiatan Webinar Ke-3 telah diadakan pada Rabu, 08 Juli 2020 pukul 08.30-12.00 melalui via zoom. Peserta Webinar adalah Guru-guru, Kepala Sekolah, dan Pengelola Kurikulum Yayasan Pendidikan Kristen di Indonesia.

Webinar ini dibuka dengan doa yang dipimpin oleh Ketua Umum MPK, Ir. David J. Tjandra, MA.
Tema yang diusung pada Webinar Ke-3 ini adalah “New Normal, New Curriculum and Learning Strategy”. Untuk membahas tema ini ada dua Fasilitator yang dihadirkan dengan sub-topik yang berbeda.

Ashiong P. Munthe, membahas “Evaluasi Pembelajaran memasuki New Normal”. Evaluasi dijabarkan sebagai “proses identifikasi untuk mengukur atau menilai tujuan yang ingin dicapai melalui suatu kegiatan atau program yang sudah dilaksanakan”.

Dijelaskan bahwa “Oknum Pendidik di sekolah perlu melakukan evaluasi diri sebelum mengevaluasi siswa-siswanya. Guru, Kepala Sekolah dan Pengelola Kurikulum Yayasan juga harus bersinergi untuk mengevaluasi diri dan kinerja masing-masing”. Ditekankan juga bahwa, “perlu ada knowledge sharing dan knowledge transfer bagi Guru dan seluruh Tenaga Pendidik di sekolah”.

Topik kedua adalah “Transformasi Kurikulum dan Strategi Pembelajaran Memasuki Era New Normal” yang dipaparkan oleh Vitriyani Pryadarsina, M.Pd. Pada paparannya dijelaskan “bahwa perwujudan "merdeka belajar " dari Mendikbud, yaitu kemerdekaan setiap orang dalam berpikir, pentingnya Life Skills sesuai Unesco, maka saat memasuki era new normal, sekolah perlu melakukan penyederhanaan struktur kurikulum 2013. Tujuannya agar siswa dapat belajar secara mendalam sesuai kompetensi dasar, merancang program life skills, serta guru dapat memilih strategi pembelajaran yang tepat untuk melatih kemampuan literasi dan numerasi dan melatih kemampuan berpikir siswa. Mengajar bukan hanya mentransfer pengetahuan, tetapi guru mampu memfasilitasi pengalaman belajar yang nyata dan mengoptimalisasi aktifitas berpikir siswa untuk memahami sesuatu”.

Setiap akhir sesi, Moderator Ria Ariesta dari MPKW Jabar memberi kesempatan kepada seluruh peserta mengajukan pertanyaan lewat chat. Berbagai pertanyaan yang disampaikan Peserta ditanggapi oleh para Fasilitator sehingga seluruh materi yang dibahas dapat dipahami secara holistik.

Akhir acara ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Phillips Handojo, MS, Ketua Panitia HUT 70 MPK sekaligus Ketua Bidang Strategi dan Pembinaan Pendidikan MPK Indonesia. EAN.


Related Posts:

PROTOKOL PEMAKAMAN KORBAN COVID-19 LAYAKKAH

REFORMATANEWS.COM, Jakarta - Saat pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia termasuk Indonesia. Dampaknya sangat luar biasa, bukan hanya dampak ekonomi, dampak sosial, tetapi untuk ritual keagamaan pun berdampak. Khusunya dalam prosesi pemakaman orang meninggal yang terpapar Covid-19. Meskipun WHO mengeluarkan standar protokol kesehatan, namun hal tersebut sering tidak di indahkan atau diabaikan oleh masyarakat. 

Misalnya, ada contoh kasus, keluarga mengambil jenazah secara langsung dari mobil ambulance supaya mereka bisa memakamkan sesuai ritual agama yang diyakininya. Di sisi lain, ketika tim medis melakukan prosesi pemakaman, justru berakibat buruk, yaitu tidak sesuai dengan proses pemakaman menurut ritual keagamaan. Ada kewajaran, jika selama ini, budaya Indonesia memberi penghormatan terakhir pada jenazah yang akan dimakamkan. Ada perbebedaan yang signifikan untuk memakamkan jenajah manusia dengan hewan. 

Berkaca pada masalah tersebut, bagaimana sebenarnya ritual pemakaman yang sesuai dengan WHO dan menurut ulama? Apakah ada ada dampak hukum positif, bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehataan saat melakukan pemakaman jenajah? Baagaimana dampak hukum bagi tim medis, misalnya ada kecurigaan bahwa orang yang meninggal tersebut tidak terpapar covid-19, namun diperlakukan dengan orang terpapar covid-19? Untuk menjawab seluruh pertanyaan tersebut, maka PEWARNA Indonesia melalui Thony Ermando, mengagas acara dengan Ikatan Alumni Universitas Kristen Indonesia (UKI) bertema “Prosesi Pemakaman Jenazah Covid-19, sudah manusiawikah?” Diadakan pada hari Selasa, 07 Juli 2020, Pukul 10.00 - 12.00 WIB. Pesrta yang bisa masuk dalam ruang seminar zoom sekita 74 orang dan disiarkan secara live di youtube Fakultas Hukum UKI Jakarta.

Sebelum acara dimulai, doa pembuka dipimpin oleh ketua umum PEWARNA Indonesia Yusuf Mujiono, S.Th. Untuk memulai acara sambutan disampaikan oleh ketua IKA UKI, Saor Siagian, SH.,M.H. Untuk sambutan dari PEWARNA disampaikan oleh Litbang PEWARNA, Ashiong P. Munthe. Moderator yang memimpin Webinar ini adalah Dr.Donna Sampaleng, M.Pd.,D.Th.

Sebelum pemaparan dari seluruh nara sumber dipaparkan hasil survei yang dilakukan oleh Litbang PEWARNA Indonesia yang dilakukan dari tanggal 27 Juni-5 Juli 2020 dengan menggunakan Google Form dengan jumlah responden 43 orang. Pendidikan Terakhir peserta yang terlibat adalah S1/sederajat 69,8%, S2/sederajat 23,3%, D3/sederajat 2,3% dan SMA/sederajat 4,7%.  Adapun hasilya sebagi berikut:
Pandemi Covid-19 ini adalah konspirasi bangsa asing untuk melumpuhkan dunia. Setuju dengan pernyataan ini 16,3%, ragu-ragu 39,5%, Tidak Setuju 42,2%. 
Saya sudah mengetahui sebelum ini berita terkait keluarga mengambil jenazah secara paksa dari mobil ambulance yang positif covid-19 untuk dimakamkan secara mandiri oleh keluarga. Mengatakan ya 81,4% dan tidak 18,6%.
Saya sudah mengetahu isi video yang beredar secara luas lewat WA terkait prosesi pemakaman yang dilakukan oleh tim medis, namun tidak sesuai dengan ketentuan keyakinan keluarga. Mengatakan tidak 60,5% dan ya 39,5%.
Masalah Covid-19 ini bukan masalah yang serius, karena tidak ada bedanya dengan virus-virus lainnya, sehingga perlu disikapi secara biasa saja. Menyatakan setuju 4,7%, ragu-ragu 16,3% dan tidak setuju 79,1%.
Protokol kesehatan tidak perlu diterapkan secara ketat seperti anjuran WHO maupun gugus tugas percepatan penangan covid-19. Menyatakan setuju 0%, ragu-ragu 7% dan tidak setuju 93%.
Prosesi pemakaman jenazah yang tertular covid-19 sebaiknya diserahkan sepenuhya kepada keluarga tanpa harus ada campur tangan tim medis. Menyatakan setuju 2,3%, ragu-ragu 14% dan tidak setuju 83,7%.
Tim medis yang melakukan prosesi pemakaman tanpa mengikuti Prosedur Khusus WHO sebaiknya mendapat sanksi. Menyatakan setuju 60,5%, ragu-ragu 25,6% dan tidak setuju 14%.
Perlu ada sanksi tegas bagi masyarakat yang tidak mengindahkan protokol kesehatan saat pemakaman dan atau saat dalam kerumunan. Menyatakan setuju 88,4%, ragu-ragu 7% dan tidak setuju 4,7%.
Harus ada dampak hukum positif bagi tim medis yang terbukti menangani jenazah tidak terpapar covid-19 dengan cara penangan jenazah terpapar covid-19. Menyatakan setuju 69,8%, ragu-ragu 25,6% dan tidak setuju 4,7%.
Wartawan PEWARNA, Alex Brory yang pernah mengalami covid-19, memberikan kesaksian, bahwa awalnya mengalami gejala sakit demam biasa, sehingga penanganya minum obat rumahan. Ketika di bawa ke klinik, diagnosisinya dianggap types, DBD atau pneumonia biasa. Namun seiring berjalanya waktu, dilakukan tes swab dan terbukti positif covid-19. Penanganan isolasi mandiri yang ketat, puji Tuhan akhirnya bisa pulih. Pesan Brory adalah “Jaga hati dan jaga diri”.

Paparan dari Dekan FH UKI, Hulman Panjaitan,S.H.,M.H., “Terkait dengan Proses Pemakaman Korban Covid-19, Kepentingan Yang Diperhadapkan: satu. Kepentingan Negara/Masyarakat Luas, yaitu tujuan penetapan ketentuan/aturan adalah untuk mengatur tertib masyarakat/ kesejahteran masyarakat, memutus mata rantai penularan, Melindungi kepentingan masyarakat secara luas. Kedua, Kepentingan Segolongan tertentu Masyarakat Adat: Adakah ketentuan yang dianggap tidak manusiwi dalam prosesi pemakaman korban covid -19, sehingga dianggap merupakan pelanggaran HAM? HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk ciptaan Tuhan dan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat & martabat manusia (UU No. 39/1999). Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”. “Bila pelanggaran dilakukan oleh aparat, maka dia dapat dianggap melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia; Bila pelanggaran dilakukan oleh pihak ketiga atau keluarga maka akan ada ketentuan yang bisa diterapkan, yaitu: Pasal 212 KUHP, Pasal 214 KUHP, Pasal 178 KUHP”, tandasnya.

Kadep. Koinonia HKBP, Pdt. Dr. Martongo Sitinjak, M.Th., menyampaikan bahwa “Orang yang meninggal langsung dikuburkan tanpa serenomi, jikalau sudah terdampak covid tidak masalah, karena semua orang sudah memahimi dampak covid ini”. Namun, jelasnya “jikalau bukan covid, namaun dikebumikan secara covid, maka ini menjadi masalah”. “Kehidupan, kematian dan kehidupan kekal, yang bisa kita jangkau saat ini adalah kehidupan. Oleh karena itu, kita harus pro kehidupan, maka kita harus memperhatikan orang yang masih hidup. Prosesi pemakaman, silahkan dilakukan, namun harus tetap memperhatikan protokol kesehatan. Covid bukanlah kutuk, sehingga orang yang terdampak tidak perlu dihindari atau diwaspadai. Perlu mendukun orang yang terpapar. Kita pun harus mendoakan dan mendukung tim medis supaya bekerja dengan bai dan tidak perlu  memperkeruh suasana”, jelasnya. 

Ketua 1 bidang organisasi IKA UKI. Ketua SC KONGRES IKA UKI. KORDINATOR PENGEMBANGAN PROFESI dan Capasitas IDI Cabang Jakarta Timur, Dr.Jimmy R.Tambunan,Sp.OG menjelaskan “Jenazah yang terdiaknosis covid-19 harus dilakukan swab atau sample lainnya. Demikian juga, karena infeksi penyakit menular lainnya, harus ditangan secara hati-hati”. Lanjutnya “Pemindahan jenazah yang terinfeksi sampai penyambutan jenazah dari rumah sakit hingga sampai kepada keluarga, harus dilakukan dengan protokol kesehata dengan menggunakan APD. Keluarag juga bisa ikut, namun harus menggunakan APD”. “Jenzah yang terinveksi harus dikavani dengan kedap air, menggunakan peti dengan menutup seluruh celah yang bisa mengeluarkan inveksi. Setelah di peti baru dipindahkan ke rumah duka. Peti tidak boleh dibuka kembali. Maksimal yang menghadiri rumah duka maksimal 30 orang dengan protocol kesehatan dan maksimal 4 jam jenazah sudah harus dimakamkan dan harus ada jarak minimal 50 meter dari mata air”. Saran beliau, “pemerintah harus membuat aturan terkait ritual keagamaan yang terstandard untuk pemakaman covid-19”. “Masyarakat perlu menghargai tim medis yang sudah bekerja dengan baik. Perlu diingat juga, bahwa meninggal karena covid-19, bukan kejahatan, sehingga harus dihindari seperti orang jahat. Perlakukanlah orang terpapar covid secara manusiawi” pesannya. 

Guru besar Universitas Negeri Jakarta, Prof. Dr. dr. James Tangkudung,Sportmed., M.Pd. memaparkah bahwa “orang meninggal itu sudah tidak diperlakukan sebagai manusia lagi, seperti di Jerman, dianggap sebagai barang, karena manusia yang disebut mati ada tiga kriteria, yaitu jantung berhenti, otak tidak berjala, dan pernafasan berhenti total”. Terkait pemakaman, lanjutnya “boleh koq dilakukan sesuai ritual keagamaan dengan mengikuti protokol kesehatan sesuai anjuran WHO. Austraulia, lanjutnya menghadiri duka dan pemakaman bisa lebih dari 30 orang, namun tetap mengikuti protocol kesehatan. “Orang beriman selau melihat hidup kekal, namun manusia yang masih hidup perlu memberi penguatan bagi keluaraga yang berduka, supaya memberi penghiburan. Demi kesehatan, saat ini ada alternatif pemakaman, yaitu dengan pemakaman jarak jauh bisa dilakukan untuk menghindari penularan dari yang sudah meninggal kepada yang masih hidup” sarannya. Saat ini, timnya dengan mahasiswa sedang menggagas pembuatan diagnosis bio biometric untuk mempermudah identifikasi covid-19.
Pendiri LABB Penerapan Hukum Adat Batak sekaligus mantan Hakim Agung RI, Dr. H.P. Panggabean, SH, MS, menyampaikan bahwa “Acara pemakaman dilakukan untuk keluarga yang meninggal. Perlu ada penghiburan bagi keluarga yang sudah ditinggal. Ada tiga dalam buda Batak terkait yang meninggal, yaitu Partangiangan, Sarimatua, Saur matua, Saur Matua Mauli Bulung”. “Pemakaman secara budaya batak bisa dilakukan, namun hanya terbatas orang tertentu yang hadir. Biasanya hanya berdoa atau partangiangan saja. Untuk acara adatnya bisa ditunda dengan alasan karena ada wabh covid-19. biasa saja. Acara pernikaan dalam budaya batak selama covid-19 ini juga dibatasi hanya 20 orang. Setelah catatan sipil dan pemberkatan di gereja lalu dilanjutkan dengan acara yang hanya dihadiri orang yang sangat terbatas”, pungkasnya. “Acara adat bisa ditunda setelah selesai covid-19, baik untuk pernikahan maupun untuk pemakaman dan yang lainnya” tutupnya.
Acara webinar ini berjalan dengan baik dan peserta banyak yang menyampikan pertanyaa. Akhir kegiatan moderator memberi kesimpulan dari hasil paparan narasumber. Pranatacara, Dr. Erni Murniarti, M.Pd, memberikan kesempatan kepada Ketua Umum PEWARNA Indonesia menyerahkan secara simbolis sertifikat penghargaan kepada narasumber. Kegiatan pun ditutup dengan doa oleh pranatacara.

Related Posts:

PDRIS DIDEKLARASIKAN TARGETKAN CAPAI 30 PERSEN SUARA


REFORMATANEWS.COM, Jakarta – Partai Demokrasi Rakyat Indonesia Sejahtera (PDRIS), partai politik yang didklarasikan pada Selasa (7/7) menargetkan mampu melewati ambang batas parlemen dalam Pemilu 2024. Hal itu disampaikan Ketua Umum PDRIS Kamaruddin Simanjuntak usai menyatakan manifesto politik partai itu di  Jakarta.

“Target PDRIS adalah ikut serta dalam Pemilu 2024 untuk memenangkan minimal 30% suara, agar bisa membentuk minimal 3 fraksi di DPR di Senayan dan memenangkan minimal 30% kekuasaan eksekutif dan legislative,” katanya.

Menurut Kamaruddin Simanjuntak, tujuan meraup suara minimal 30% itu di DPR guna mereformasi perundang-undangan agar selaras dengan Bhineka Tunggal Ika dalam bingkai NKRI. Selain itu, pihaknya mendorong adanya Undang-Undang Kebebasan Umat Beribadah dan Beragama.

Untuk meraup suara besar di parlemen, partai ini tengah berjuang membentuk kepengurusan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) di 34 provinsi pada tahun ini. Pada tahun 2021 hingga 2022, Simanjuntak menargetkan terbentuk kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) tingkat kabupaten dan Dewan Pimpinan (DP) Ranting.

Dia optimistis partai ini diterima konstituen karena mengusung isu yang berpihak pada isu-isu yang selama ini disuarakan masyarakat, misalnya, pengelolaan pemerintahan yang bersih dan transparan, anti korupsi, dan diskriminasi atas nama SARA.

Kamaruddin Simanjuntak S.H., M.H., Ketum PDRIS
Partai ini juga berkomitmen menolak transaksi politik uang dalam mengusung calon legislative dan kepala daerah. Tujuannya, mewujudkan pemerintahan yang bersih dan terpercaya. “Kalau tidak dimulai dari partai dulu, bagaimana nanti kami bisa menyuarakan pemerintahan yang bersih,” ujarnya.

Related Posts:

PEWARNA INDONESIA DAN STT IKAT JALIN KERJASAMA

Rektor STT IKAT Dr. Jimmy Lumintang dan Ketum PEWARNA Indonesia Tandatangani MoU.
REFORMATANEWS.COM, Jakarta - Kemajuan teknologi memberi pelbagai kemudahan bagi seseorang untuk mengakses informasi. Namun dibutuhkan kemampuan untuk memilah dan menyaring setiap informasi yang beredar.

Guna memperlengkapi mahasiswanya di bidang pengolahan informasi sekaligus menguatkan peran perguruan tinggi di tengah masyarakat, Sekolah Tinggi Teologi IKAT (STT IKAT) menjalin kerja sama pelatihan jurnalistik dengan menggandeng Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA Indonesia).

Kerja sama tersebut diikat dalam sebuah Memorandum of Understanding (MoU), yang ditanda tangani langsung oleh Ketua STT IKAT Pdt. Dr. Jimmy Lumintang, M.BA, dan Ketua Umum PEWARNA Indonesia Yusuf Mujiono, berlokasi di Restoran Soto Kudus Blok M, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Selasa siang (30/06/2020).

Usai menandatangani MoU, Dr. Jimmy Lumintang memaparkan soal bagaimana kerja sama ideal di luar pelatihan jurnalistik yang bisa dilakukan oleh institusi pendidikan tinggi bersama dengan komunitas jurnalis.

Menurutnya, kerja sama yang dimaksud harus bersifat memperlengkapi kedua belah pihak dalam rangka menyongsong kemajuan jaman, sebagaimana yang dibutuhkan oleh generasi bangsa, saat ini.

"Bagaimana IKAT dan PEWARNA itu bisa mengusulkan terobosan-terobosan merespon kebutuhan yang diperlukan menyongsong era Revolusi Industri 4.0," paparnya.

Dalam peranannya di tengah masyarakat, Jimmy juga berharap kehadiran kedua belah pihak bisa selalu diandalkan dalam menghadirkan sejumlah solusi yang dihadapi bangsa, saat ini, sesuai dengan ciri khas dari peranannya masing-masing.

"Begitupun dalam hal permasalahan pendidikan-pendidikan, medialah yang bisa menyuarakan dalam rangka melahirkan solusi bagi bangsa kita," imbuhnya.

Dalam rangka pengayaan data, dirinya menambahkan, baik STT IKAT dan PEWARNA harus saling mendukung di ranah penelitian yang hasilnya bisa digunakan untuk kebaikan bersama maupun masyarakat luas.

"Saya kira isu pendidikan dan jurnalistik tidak boleh berjalan secara terpisah. PEWARNA juga bisa memberi dukungan dalam lingkup penelitian yang dilakukan oleh institusi pendidikan tinggi," tutupnya.


Rektor STT IKAT Jakarta bersama Tim PEWARNA Indonesia
Ketum PEWARNA Indonesia Yusuf Mujiono mengatakan "Kerjasama dilakukan PEWARNA Indonesia dengan berbagai lembaga Kristen dan Perguruan Tinggi, Kerjasama dengan STT IKAT sudah lama berlangsung dan hari ini baru dituangkan dalam MoU kerjasama yang akan dikerjakan adalah pelatihan jurnalis dan dosen tamu, sebelumnya PEWARNA Indonesia telah mendatangkan Ali Mochtar Ngabalin staf khusus Presiden dan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaitun Indramayu, Syaykh Abdussalam Panji Gumilang untuk mengisi kuliah umum.

Related Posts: