DPR, DEMOKRASI DAN IMAN

REFORMATANEWS.COM, JAKARTA - “Saya sangat mendukung aspirasi masyarakat yang melakukan demonstrasi. Namun demontrasi tidak boleh diikuti dengan pembakaran gedung ikonik bersejarah (cagar budaya), halte TransJakarta, gerbang tol, gedung kantor, penjarahan dan/atau pencurian harta orang lain, karena semua itu bertentangan dengan ajaran semua agama dan peraturan perundang-undangan,” ujar Partogi Samosir Ph.D dalam webinar bertajuk DPR, Demokrasi dan Iman. 

Partogi menekankan bahwa, ketika demonstran membakar fasilitas publik, maka uang rakyat sendiri yang akan digunakan untuk memperbaikinya. Artinya, seluruh rakyat ikut membayar kerugian. 

“Kita adalah orang farisi jika kita memberantas kefasikan dengan cara-cara fasik. Jika kita ingin mengalahkan kejahatan dengan cara melakukan kejahatan yang lain, maka yang menang adalah kejahatan. Sejarah telah membuktikannya,” tegas Partogi yang menjadi salah satu pembicara pada Webinar tersebut.

“Jika kita ingin memberantas tikus-tikus yang merusak rumah kita, kita tidak perlu membakar rumah kita. Kita harus menyadari bahwa tempat kita berdemonstrasi adalah rumah kita sendiri. Ini rumah kita. Di sini ada rakyat, rakyat kita. Di sini ada ibu-ibu, ibu kita. Di sini ada Polisi, Polisi kita. Di sini ada pelajar dan mahasiswa, anak kita. Di sini ada buruh, buruh kita. Semua adalah kita," imbuh Partogi Samosir Ph.D dalam webinar yang diadakan oleh Forum Pancasila 360º. 

Jika kita mengaku sebagai orang yang beragama, mengaku sebagai orang yang beriman kepada Allah, maka kita tidak akan mem-forward video dan foto yang tidak kita lihat dengan mata kepala kita sendiri,” simpul Partogi. 

Pembicara lainnya, Dr. Vita D.D. Soemarno menyarankan, daripada melampiaskan energi dengan merusak fasilitas publik, lebih baik kita gunakan energi itu untuk membangun, memperkuat kebersamaan. Sejarah bangsa Indonesia berkali-kali membuktikan bahwa ketika masyarakat bekerja sama, krisis berhasil diubah menjadi peluang prospektif.

Vita yang adalah Taprof Kepemimpinan di Lemhanas menyatakan, “Apa yang kita alami saat ini seharusnya membuat kita semakin menyadari bahwa Politik bukan sekadar pertarungan kekuasaan, melainkan seni merawat kehidupan bersama. Pemerintah yang mendengar aspirasi rakyatnya akan lebih kuat. Rakyat yang berkualitas akan memberi ruang bagi pemerintah untuk memperbaiki diri. Keduanya bertemu di tengah, dalam ruang kebangsaan yang kokoh. Itulah jati diri kita, Pancasila.”

Dalam sesi diskusi yang dimoderatori secara provokatif konstruktif oleh Gembala GBI Living Hope Pdt. Dr. Jusak F. Untung, pemerhati pendidikan Dharma Hutauruk mengutarakan keprihatinannya terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dharma menyarankan agar pendidikan nasional Indonesia fokus pada peningkatan kualitas guru, serta pelajaran ilmu pengetahuan sains, teknologi, dan matematika. 

Sedangkan praktisi bisnis dan bankir yang sukses di City Bank, Danamon dan berbagai perusahaan, Jusuf Arbianto menekankan pentingnya pendidikan budi pekerti sebagai kunci sukses bangsa Indonesia. Akibat rendahnya budi pekerti, muncullah perilaku korupsi, kepongahan, dan ketidakpedulian dari pejabat pemerintahan dan anggota parlemen. 

Jusuf kemudian menyerukan agar para pejabat, anggota DPR,  aparat penegak hukum/Kepolisian, TNI dan rakyat Indonesia selalu menjunjung tinggi moralitas dan mematuhi hukum. 

Adapun vokalis VG Happy Sharing, Radja Panjaitan menyatakan bahwa umat Kristiani perlu tetap bersikap kritis konstruktif terhadap rakyat, pejabat pemerintah, anggota parlemen, jaksa dan hakim agar memperjuangkan keadilan dan kebenaran dengan cara-cara yang santun dan bermoral sesuai nilai-nilai Pancasila. 

Di akhir webinar, moderator Pdt. Dr. Jusak F. Untung menggugah seluruh umat beragama untuk bergandeng tangan, dan bergotong-royong dengan semua WNI yang berkehendak baik untuk membangun Indonesia Emas dengan mengatasi berbagai kecemasan rakyat dan meningkatkan kesejahteraan bersama.

Related Posts:

0 Response to "DPR, DEMOKRASI DAN IMAN"

Posting Komentar