Seperti yang diketahui di berbagai media masa yang berkembang terutama yang di Koran Kompas, di mana dalam media tersebut diberitakan menurut pihak TNI/Polri pelakukannya adalah OPM, namun di sisi lain, menurut keluarga dan gereja di sana pelakunya oknum aparat TNI.
Tentu saja kondisi ini menimbulkan kebingungan masyarakat khususnya masyarakat Papua. Pihak media dan setiap kita harus menghormati prinsip cover booth side dan oleh karena itu proses hukum harus segera dan tetap berjalan. Kita bukan dalam posisi menghakimi siapa yang bersalah dalam situasi ini, tetapi PPHKI mendesak dalam hal ini meminta kepada pemerintah Presiden Joko Widodo agar membentuk tim gabungan pencari fakta, supaya tim independen inilah yang mencari fakta dengan harapan mereka dapat bekerja secara professional, netral dan imparsial atau tidak ada keberpihakan kepada pihak manapun tetapi hanya pada kebenaran dan keadilan saja.
“Saya bilang supaya di follow up secara serius dan segera tentang tim pencari fakta tersebut”, tegas pengacara yang membuka kantor hukum FJP Law Offices ini berharap.
Mengingat bahwa peristiwa penembakan Pdt Yeremia yang berjemaat di Gereja Kristen Injili Indonesia yang sekaligus perterjemah Injil dalam bahasa Mori ini telah menjadi pusat perhatian beberapa pihak baik keluarga, masyarakat luas di dalam maupun luar negeri.
Tak bisa dipungkiri bahwa zaman sudah berubah, teknologi komunikasi semakin canggih dan mudah diakses banyak orang dari segala lapisan, maka terhadap tindakan menghilangkan nyawa seseorang itu beritanya sangat mudah tersebar di mana-mana hingga ke berbagai pelosok bumi. Disinilah kita berharap pemerintah sigap dan segera menyikapi peristiwa ini dengan pertama membentuk tim gabungan pencari fakta, kemudian TPF ini memberikan rekomendasi-rekomendasi yang komprehensif, akuntabel dan akurat kepada pemerintah dan aparat penegak hukum.
Berbicara tentang Papua lanjut Fredrik, persoalan-persoalan ketidakadikan kepada masyarakat kecil sudah cukup lama lama terjadi, terutama persoalan HAM dan tidak meratanya pembangunan. Untuk itu, PPHKI meminta agar presiden mengeluarkan keputusan yang intinya menugaskan pihak kepolisian, bukan TNI, untuk menangani persoalan Kelompok Kekerasan Bersenjata (KKB) yang ada di Papua. Artinya ketika kelompok itu disebut kriminal yang meresahkan masyarakat, maka polisi-lah yang berurusan dengan mereka, bukan tentara atau TNI, sekali lagi karena mereka masuk dalam kategori pelaku kriminal maka polisi-lah yang harus mengatasi mereka, bukan tentara. Adapun kehadiran TNI di Papua lebih tepat diperuntukan bagi kegiatan mensupport masyarakat, misalnya dalam bentuk kerja sosial yang bersifat bantuan atau pertolongan kepada masyarakat, jadi bukan TNI yang berhadapan dengan kelompok kriminal ini.
Oleh karena itu, PPHKI berharap Presiden mengeluarkan Kepres di mana dalam Kepres itu mengatur pemisahan yang tegas dan jelas tentang fungsi dan peran polisi dan tentara di Papua sehingga yang menghadapi KKB bukan lagi tentara tetapi Polisi.
“Kita tahu polisi juga cukup kuat dan juga memiliki perlengkapan persenjataan yang lengkap, jadi kenapa harus tentara? Namun terkait penembakan Pdt Yeremia PPHKI tetap menghormati proses hukum yang ada”, ujarnya serius.
Sebagai ormas Kristiani, PPHKI menaruh perhatian penuh agar proses hukum terhadap masalah ini segera dilakukan, sehingga ada hasil yang cepat dan transparan bagi masyarakat. Sebagai orang asal Papua, kita tahu bahwa di masa-masa lalu ada beberapa kasus HAM, namun kurang cepat.dan kurang jelas penanganannya dan hal-hal seperti itu menimbulkan ketidakpercayaan atau distrust dan juga keraguan orang Papua akan keseriusan penanganan kasus-kasus HAM disana. Mereka menjadi skeptis karena peristiwa pelanggaran HAM yang tidak ditangani sesuai dengan harapan.
Kemudian berbicara mengenai pendampingan, PPHKI beranggapan bahwa kalaupun pihak keluarga meminta pendampingan, PPHKI sendiri melihat bahwa di Papua sendiri sudah banyak pengacara mumpuni yang sanggup mendampingi keluarga dalam proses hukum ini. PPHKI akan tetap memantau perkembangannya.
“Lagi pula peristiwa ini gaungnya sudah cukup besar dan mendapatkan sorotan media secara luas, maka polisipun akan dengan serius menanganinya”, terang Fredrik yang saat ini bersama PPHKI sedang memperjuangkan grasi untuk dua terpidana mati di Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan ini.
Mengenai tim pencari fakta ini siapa saja anggotanya, Fredrik berharap tim ini terdiri dari orang-orang yang professional, berkompeten dan imparsial atau tidak ada keberpihakan kepada satu pihak tertentu, baik kepada Pemerintah dalam hal ini TNI/Polri maupun kepada masyarakat atau gereja atau keluarga. Jadi benar-benar independen, professional dan imparsial.
Sebagai ketua ormas Kristen, keputusan PPHKI untuk menyikapi peristiwa ini bukan untuk mencari panggung, namun berperan aktif menyuarakan dan meminta proses yang transparan dan adil segera dilakukan. Intinya segera proses, tangkap, adili dan hukum pelakunya seberat-beratnya sesuai hukum yang berlaku.
Kemudian ketika ditanya tentang kinerja tim pencari fakta seperti tahun 1998 yang dianggap tak ada tindak lanjutnya dan dikuatirkan tim pencari fakta yang mungkin nanti dibentuk akan bernasib sama, Fredrik menyikap bahwa kita harus mempercayakan pemerintah menangani hal ini tanpa harus dikaitkan dengan tim pencari fakta yang dulu pernah dibentuk. PPHKI percaya bahwa pemeritah akan memperlakukan peristiwa ini secara serius dan bukan biasa-biasa saja.
Setiap kita tentunya harus tetap menghormati proses yang akan dilakukan untuk mengungkap permasalahan ini. Siapapun yang ditunjuk menjadi anggota pencari fakta, harus bekerja secara profesional dan berkeadilan. Apapun hasilnya diharapkan mencerminkan nilai-nilai keadilan, transparasi dan memiliki landasan akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan di depan hukum dan masyarakat luas. Sehingga orang-orang terkait terutama keluarga korban itu dapat merasakan sense of justice dari proses hukum yang akan dilakukan.
“Saya percaya rezim sudah berubah dan kita menaruh harapan kepada presiden Joko Widodo dan jajarannya agar mampu menyelesaikan hal ini dengan cepat, transparan dan berkeadilan. Kita harus akui bahwa Presiden Jokowi sudah banyak menaruh perhatian kepada Papua dengan berbagai pembangunan yang dilakukan disana dan juga upaya penyamaan harga-harga seperti harga BBM, sehingga treatment kali ini berbeda dengan rezim-rezim yang terdahulu, tandas pengacara yang pernah melakukan pendampingan hukum atas Majalah Time dan Tempo ini.
Tentang tim pencari fakta apakah perlu melibatkan pihak asing, meresponi ini Fredrik mengatakan sudah ada orang-orang Indonesia yang memiliki kompentensi untuk melakukan penyelidikan seperti ini, dan ini adalah persoalan internal bangsa Indonesia. Menurut hematnya, ada orang-orang Indonesia, termasuk dari suku Papua yang memiliki kompetensi dan imparsial. Biarlah orang Indonesia sendiri yang mengurus persoalan negerinya sendiri tanpa harus melibatkan orang asing, tutupnya.
0 Response to "Fredrik J. Pinakunary : Bentuk Tim Gabungan Usut Penembakan Pdt. Yeremia Zinambani"
Posting Komentar