REFORMATANEWS.com, Jakarta
- Pertemuan dalam suasana kebersamaan dengan semangat keakraban antara
Ketua Mahkamah Agung RI (MA-RI) Prof. Dr. Hatta Ali, SH, MH, Ketua Dewan
Perwakilan Daerah RI (DPD-RI) La Nyala Mahmud Mattalitti, dan Ketua
Dewan Pembina Puspolkam Indonesia Firman Jaya Daeli. Kemudian
menunjukkan suasana yang berlangsung ketika dinner (makan malam)
bersama. Selain Ketua MA-RI dan Ketua DPD-RI, hadir juga beberapa
sahabat, antara lain Wakil Ketua DPD-RI, Direktur Utama Taspen, ada juga
Intelektual/Cendekiawan/Profesional, dan mantan pejabat negara.
Firman
Jaya Daeli sebelumnya berdiskusi dengan santai dan secara informal
bersama dengan dua orang Ketua Lembaga Negara, yaitu Ketua MA-RI Prof.
Dr. Hatta Ali, SH, MH dan Ketua DPD-RI La Nyala Mahmud Mattalitti.
Pertemuan diskusi santai dan informal ini berlangsung di gedung Mahkamah
Agung RI (MA-RI), kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Bangunan dan
materi diskusi pada dasarnya berintikan pada pengembangan dan perkuatan
kelembagaan kenegaraan bagi Pemajuan Indonesia Raya.
Ada juga
pertemuan diskusi berdua saja antara sesama sahabat baik dan lama, yaitu
: Ketua MA-RI Prof. Dr. Hatta Ali, SH, MH bersama Ketua Dewan Pembina
Puspolkam Indonesia Firman Jaya Daeli di ruang kerja Ketua MA-RI, di
gedung MA-RI, kawasan Medan Merdeka Jakarta Pusat. Pertemuan diskusi ini
berlangsung dalam kesempatan lain beberapa hari sebelumnya.
"Politik Hukum Regulasi Indonesia Dan Pembumian Negara Hukum Pancasila"
Menurut
Firman Jaya Daeli, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah
sebuah Negara Hukum yang berideologi Pancasila dan berdasarkan
konstitusi UUD 1945. Doktrin ini menunjukkan dan memastikan bahwa Negara
Hukum Indonesia adalah Negara Hukum Pancasila. Negara Hukum yang
mengandung dan harus senantiasa mempraxiskan (membumikan) keseluruhan
Nilai-Nilai Pancasila. Keseluruhan konstruksi dan substansi Negara Hukum
Pancasila pada dasarnya semakin bertumbuh dan bermakna demokratik
konstitusional ketika didasarkan dan dikembangkan dalam konteks dan
kerangka UUD 1945.
Doktrin mutlak dari agenda pembumian strategi
dasar dan kebijakan umum pembangunan, pembaharuan, dan penataan sistem
dan kelembagaan hukum Indonedia harus senantiasa berdasarkan dan
berbasiskan pada Negara Hukum Pancasila. Pembangunan, pembaharuan, dan
penataan sistem dan kelembagaan hukum mesti selalu juga diarahkan dan
diperuntukkan dalam kerangka untuk semakin merefleksikan dan membumikan
Nilai-Nilai (Sistem Nilai) Negara Hukum Pancasila. Intisari dan
orientasi pemikiran dan penerapan serangkaian utuh, menyeluruh,
mendasar, dan menyatu mengenai Negara Hukum Pancasila, pada hakekatnya
melahirkan sebuah Politik Hukum Indonesia yang berideologi Pancasila.
Politik
Hukum Indonesia adalah Politik Hukum Pancasila. Politik Hukum Pancasila
merupakan sebuah atmosfir bernilai positif yang berintikan pada
keseluruhan bangunan dan isi strategi dasar dan kebijakan umum
pembangunan, pembaharuan, dan penataan sistem dan kelembagaan hukum
Indonesia. Ada sejumlah variabel subsistem dari pembangunan,
pembaharuan, dan penataan sistem hukum. Politik Hukum Pancasila juga
menyentuh dan mengandung variabel-variabel sistem pembangunan,
pembaharuan, dan penataan sistem hukum. Salah satu di antara adalah
variabel instrumen hukum yang berkaitan dengan Politik Hukum Regulasi
Indonesia.
Politik Hukum Regulasi merupakan keseluruhan politik
perencanaan, pembentukan, penyusunan, pembahasan, penerapan, dan
pembumian peraturan perundang-undangan. Politik Peraturan
Perundang-undangan. Politik Hukum Regulasi mesti selalu dibentuk dan
dibangun berdasarkan dan berbasis Pancasila dengan segala Nilai-Nilai
Pancasila. Politik Hukum Regulasi harus senantiasa juga merefleksikan,
membumikan, dan memastikan bertumbuh sumburnya dan berkembang kuatnya
Pancasila beserta keseluruhan Nilai-Nilai Pancasila. Ada sejumlah bentuk
dan jenis regulasi, antara lain Ketetapan MPR-RI, Perundang-undangan
(UU), Peraturan Pemerintah dan Peraturan Kelembagaan, Peraturan
Presiden, Peraturan Daerah (tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota), dan
lain-lain. Ketika ada konstruksi dan substansi dari regulasi ini
bertentangan dan tidak sesuai dengan ideologi Pancasila dan konstitusi
UUD 1945 maka jalan konstitusional dan jalur absah harus segera ditempuh
untuk melakukan pengujian dan pembatalan terhadap regulasi yang
bertentangan ini.
Jalan dan jalur ini dijalankan dalam wujud dan
dengan pendekatan Judicial Review, Legislative Review, dan Eksekutive
Review. Ketika ada Perda yang bertentangan dan tidak sesuai dengan
Pancasila maka mesti secepatnya diuji dan dibatalkan. Manakala ada Perda
memiliki potensi dan daya merusak dan membahayakan Bhinneka Tunggal Ika
dan kemanusiaan, keutuhan wilayah dan kesatuan kawasan, kebersamaan dan
kegotongroyongan rakyat, kebangkitan dan kemajuan perekonomian,
keutuhan ciptaan dan ekosistem (ekologi) maka harus segera mungkin diuji
dan dibatalkan. Ketika ada Perda bertentangan dengan Peraturan
Perundang-undangan di atasnya maka juga mutlak secepatnya diuji dan
dibatalkan.
Perda tiingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota secara
konstitusional dibahas dan dibentuk bersama oleh eksekutif daerah
(Gubernur dan Bupati/Walikota) pada tingkatannya masing-masing dan
legiskatif daerah (DPRD) pada tingkatannya masing-masing. Prinsip
konstitusi dan sistem beserta struktur Pemerintahan NKRI meletakkan
Pemerintahan Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota ; dan DPRD Provinsi,
Kabupaten, Kota) adalah bagian dan subordinat dari Pemerintahan
Nasional. Pemikiran ideologis doktrinal dan penerapan sosiologis
konstitusional ini menjadi semakin aktual dan relevan ketika
Pemerintahan Nasional (Kementerian Dalam Neger RI) memiliki kewenangan
konstitusional Eksekutive Review terhadap Perda. Pemerintahan Nasional
seharusnya dan sebaiknya memastikan dan memaksimalkan tugas,
tanggungjawab, dan kewenangan konstitusional untuk menguji dan
membatalkan Perda yang bertentangan, merusak, dan membahayakan tadi di
atas.
Bangunan dan isi Perda tidak hanya sebatas mengandung
issue dan materi muatan yuridis (hukum). Bahkan issue yuridis dalam
konteks dan kerangka Perda, sesungguhnya lebih ke issue format atau
bentuk regulasi. Jadi lebih karena wujud pembentukannya dalam format dan
bentuk yuridis (regulasi : Perda). Issue dan materi muatan Perda
mengandung dan terdiri dari : ideologis, politis, ekonomis, historis,
sosiologis, dan berbagai issue dan materi muatan lain lagi yang terkait.
Perda juga dibentuk oleh otoritas daerah yang merupakan bagian dan
subirdinat dari otoritas nasional (Pemerintahan Nasional). Kekuasaan
eksekutif (Pemerintahaan Nasional) sebagai penanggungjawab dan
pengendali keseluruhan jajaran pemerintahan. Sehingga merupakan jajaran
yang mengetahui, mengalami, mengatasi, dan menuntasi efek yang
disebabkan dan akibat yang ditimbulkan oleh sebuah atau sejumlah Perda
yang menjadi obyek pengujian dan pembatalan.
Doktrin Eksekutive
Review menempatkan Pemerintahan Nasional dalam posisi aktif dan dengan
peran berinisiatif serta bergerak dalam hal pengujian dan pembatalan
Perda. Kedudukan lembaga negara (Mahkamah Agung) RI dalam hal pengujian
dan pembatalan Perda secara konstitusional pada dasarnya bersifat pasif,
tidak aktif. Selanjutnya menempatkan MA-RI pada posisi menunggu
pengajuan permohonan pengujian dan pembatalan Perda oleh pihak terkait
yang berkepentingan. Jadi doktrinnya bersifat tidak bisa berinisiatif
dan tidak boleh bergerak lebih dahulu. Pada hal ketika sebuah atau
sejumlah Perda memiliki potensi kuat dan daya tinggi bertentangan,
merusak, dan membahayakan maka harus segera dan mesti secepat mungkin
untuk diuji dan dibatalkan. Dengan demikian tidak boleh pasif dan tidak
boleh menunggu. Harus ada sikap, tindakan, dan langkah-langkah nyata.
Ketua
MA-RI Prof. Dr. Hatta Ali, SH, MH yang juga merupakan Guru Besar
Universitas Airlangga Surabaya, Jatim ; dan Firman Jaya Daeli (Ketua
Dewan Pembina Puspolkam) yang juga mantan Komisi Politik Dan Hukum
DPR-RI dan Tim Perumus sejumlah UU perihal Bidang Politik, Pemerintahan
Daerah, Hukum, MA, Kehakiman, dan Badan Peradilan, ketika dalam sebuah
diskusi berdua secara bersama-sama menyampaikan pemikiran ideologis
kenegaraan dan pertimbangan konstitusional strategis mengenai mengenai
konstruksi dan substansi Perda. Juga mengenai formulasi dan artikulasi
pengujian dan pembatalan Perda. Prinsipnya adalah bahwa Politik Hukum
Regulasi Indonesia harus senantiasa dibentuk dan diterapkan dalam
kerangka Pembumian Negara Hukum Pancasila.
Penulis :
Firman Jaya Daeli (Ketua
Dewan Pembina Puspolkam) yang juga mantan Komisi Politik Dan Hukum
DPR-RI dan Tim Perumus sejumlah UU perihal Bidang Politik, Pemerintahan
Daerah, Hukum, MA, Kehakiman, dan Badan Peradilan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Politik Hukum Regulasi Indonesia Dan Pembumian Negara Hukum Pancasila"
Posting Komentar