REFORMATANEWS.COM, Jakarta - Politik masih diaggap sebagian masyarakat tabu untuk dibicarakan apalagi dikalangan umat Kristen, karena ada anggapan bahwa politik itu kotor dan penuh intrik dan jegal menjegal. Menurut sebagian umat, bicara politik adalah bicara kekuasaan, di mana kekuasaan biasanya akan membuat orang lupa diri, otoriter dan korup. Telanjang di depan mata bagaimana masyarakat diperhadapkan ketika dalam meraih kekuasaanpun terkadang menghalalkan segala cara.
Tak heran karena adanya pandangan-pandangan inilah yang membuat sebagian besar umat Nasrani masih ragu atau bahkan menjauh dari politik yang dikesankan kotor dan penuh intrik.
Sabam Sirait politisi lengendaris tercatat sebagai sekjen Parkindo terakhir yang menandatangani fusi ke PDI karena kebijakan Orde Baru, pernah menuliskan dalam bukunya bahwa politik itu suci. Kalaupun politik itu terkesan kotor itu lebih pada manusianya saja bukan politiknya.
Karena bicara politik itu sendiri adalah sebuah alat untuk memperjuangkan nilai, memperjuangkan ideology, memperjuangkan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan, lalu kenapa perlu dijauhi bahkan dihindari. Berangkat dari arti politik sebagai alat ini barang tentu setiap warga negara harusnya tidak tabu atau menjauhi dari politik itu sendiri. Termasuk umat Nasrani atau gereja sendiri agar mampu memperjuangkan kepentingan umat Nasrani ini dalam mewarnai perjalanan bangsa, dan caranya turut serta dalam politik.
Sedangkan peran umat Nasrani ataupun gereja itu sudah dilakukan cukup lama, Sekaitan dengan politik dan gereja Robin Phillips di dalam sebuah artikelnya berjudul, “Political Christianity in the Early Church” (2004) membantah anggapan, seakan-akan gereja baru melek politik setelah Kaisar Konstantinus Agung menyatakan diri Kristen di awal abad ke-4 M.
Dalam abad pertama itu, katanya, “Christianity and politics were inextricably combined”, artinya kekristenan dan politik saling jalin-menjalin secara erat di dalam abad itu. Berangkat dari padangan Robin Philips penulis menangkap bahwa politik dan gereja atau umat Kristen itu tak terpisahkan, tinggal bagaimana menyikapinya.
Politik umat Nasrani sendiri pada awal berdirinya republik ini, suatu konperensi penting telah diadakan di Karanpandan Solo, pemimpin gereja dan cendekiawan Kristen secara intensif telah mendiskusikan persolan keterlibatan umat Kristen didalam politik.
Dalam diskusi tersebut, Mr. Amir Syarifudin (seorang tokoh Kristen yang memiliki peran penting dalam sejarah RI) salah seorang peserta dalam komperensi tersebut mengatakan bahwa apabila orang Kristen merasa kepentingan mereka tidak terwakili dan terancam oleh golongan lain, maka pendirian sebuah partai politik Kristen merupakan suatu kemestian.
Senada dengan Amir Syarifudin, Pdt. Dr.Verkuil ahli etika Kristen yang berujar bahwa berpolitik bagi warga gereja merupakan pengabdian kepada Kristus Kepala Gereja, kalau istilah penulis menyebutnya pelanan bidang politik. Dengan demikian kehadiran Kristen di panggung politik adalah suatu panggilan yang wajib ditunaikan sebagai bentuk pertanggungjawaban iman.
Berangkat dari pentingnya kehadiran umat dalam politik, maka diejawantahkan dengan membuat atau mendirikan partai Krsiten seperti Parkindo yang berdiri 18 November 1945 di mana sebelumnya Partai Kristen Nasional diketuai oleh akademisi yang juga adalah rektor pertama Universitas Indonesia, Prof.Dr.W.Z Johannes.
Peran Parkindo sendiri pada awal kemerdekaan sangat siginifikan dengan melahirkan pemimpin yang mumpuni seperti Johanes Leimena, dan kiprah Parkindo di arena politik nasional cukup diperhitungkan, hal ini bukan hanya dilihat dari pemikiran-pemikiranya yang konsisten terhadap konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, tetapi juga kader-kader parkindo tidak pernah absen di dalam mengisi kursi sebagai menteri di dalam kabinet, bahkan Dr.Johanes Leimena sebagai ketua umum Parkindo pernah menjadi wakil perdana menteri (waperdam), dan yang mengagumkan beliau dipercaya memegang jabatan sebagai pejabat (acting)presiden RI selama enam atau tujuh kali, ketika bung Hatta mengundurkan diri sebagai wakil presiden.
Bahkan Sabam Siraitpun seorang politisi yang mengalami pemerintahan tujuh presidenpu lahir dari Parkindo dari wadah partai Kristen, yang menjadi faunding father berdirinya PDI yang kemudian menjadi PDI Perjuangan.
Kalaupun kemudian di Era Orde Baru partai politik Kristen tak ada semata karena kebijakan pemerintah untuk fusi menjadi parpol yang disederhanakan hanya dua parpol yakni PPP dan PDI namun dalam pemilu ada tiga kontestan yakni Golongan Karya.
Karena tak adanya partai Kristen makan dalam menyikapi kondisi tersebut umat Nasrani masuk dalam partai-partai nasionalis khususnya PDI yang memang ada sejarah bahwa Parkindo salah satu anggota fusi yang mendirikan PDI.
Dibutuhkan orang-orang yang berintegritas
Era Reformasi membuka kran kebebasan bagi setiap warga negara membangun partai politik, termasuk di dalamnya umat Nasrani kemudian beramai-ramai mendirikan parpol Kristen, termasuk Parkindopun kebali didirikan sekalipun mendapat tantangan keras dari para tokoh yang merasa bahwa Parkindo itu sudah melebur di salah satu partai, dari hadangan ini, konon Parkindo tak lolos menjadi peserta pemilu era reformasi.
Tetapi ada partai yang berhasil antaranya PDKB meraih lima kursi DPR RI satu fraksi, ada partai Katolik kemudian berlanjut lahir PDS, PKDI, Partai Kresna dan Parkindo masih mencoba bangkit. Di era itu PDS yang mendapatkan dukungan karena mampu memenuhi uu Parpol, dalam catatannya PDS berhasil meloloskan 13 anggota dewan dan ratusan DPRD I dan II, sayangnya pada pemilu 2009-2014 PDS tidak lolos Partlemen threshold dan hanya mengirimkan anggota DPRD I dan II masih cukup signifikan 500-an.
Selain PDS juga ada PKDI yang turut lolos menjadi peserta pemilu kalaupun akdirnya juga kandas dikarenakan adanya perpecahan diantara pengurus, inilah yang terjadi gambaran bagaimana partai Kristen setelah era reformasi berkiprah. Disisi lain UU Parpol yang semakin berat akhirya membuat partai kandas dan tak ada keterwakilan lagi partai Krisen di parlemen hingga saat ini.
Seperti apa yang disampaikan pendiri PKN ketika itu bahwa yang menggagas partai ini bukan orang-orang yang handal dan berpengalam dibidang politik, melainkan warga gereja yang awam di dalam politik, namun memiliki integritas dan ketajama
Menelusuri keterlibatan parkindo didalam tugas kesejarahanya dapat memberikan pelajaran yang berharga minimal untuk meyakinkan mereka yang ragu bahkan ‘alergi’ akan kehadiran partai yang mengunakan symbol Kristen. Secara umun keraguan yang senantiasa dikemukakan berkisar kepada dua hal pokok yakni: Pertama keraguan bahwa partai Kristen akan menjadi suatu kelompok yang eksklusif, atau bahkan akan terjebak kepada primodialisme sempit yang akan menghambat proses integrasi bangsa.
Anggapan ini tidak berasas kukuh, sebab di dalam upaya membangun masyarakat yang demokratis perbedaan merupakan suatu unsur yang perlu aktualisasikan secara jujur dan terbuka sehingga setiap kelompok masyarakat akan memahami apa yang menjadi keinginan dan harapan kelompok lain, sekalipun mungkin jadi juga berpotensi konflik. Namun jika dikelola dengan baik potensi konflik tersebut akan bemuara pada suatu konsensus bagi tercipta suatu iklim politik untuk saling mengakui dan menerima.
Oleh orang-orang yang sudah mapan didalam partai-partai yang tidak berlebelkan Kristen atau yang berpikiran dualisme yang secara tajam memisahkan antara keterlibatan dalam politik dengan keyakinan iman, capkali dihembuskan mereka kepada orang-orang Kristen tentu dengan dibumbui dengan alasan yang cukup ‘rohani’, malah ada yang mengatakan kalau memakai politik Kristen bagaimana kalau melakukan nama Kristen akan rusak, padahal di ruang mahakudus pun kejahatan itu juga ada, jangankan di parpol Kristen.
Menutup tulisan ini dengan mengacu apa yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bahwa politik adalah alat memperjuangkan nilai, memperjuangkan ideology, memperjuangkan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan, hematnya partai Kristen harusnya ada.
Sederhana saja bagaimana kepentingan den kebutuhan kita dititipkan orang lain apa mungkin? Sedangkan mereka juga berjuang untuk memenuhi kebutuhan masing-masing. Berangkat dari pandangan inilah bahwa kehadiran parpol Kristen sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan umat Kristen harus diperjuangkan sendiri, bukan berarti egois tetapi apa kebutuhan umat Kristen itu, keadilan, kesejahteraan dan juga kedamaian praktis kalau itu terwujud pasti dibutuhkan semua orang.
Penulis : Yusuf Mujiono
0 Response to "Yusuf Mujiono : Perlunya Wadah Partai Politik Umat Nasrani"
Posting Komentar